MODEL PEMBELAJARAN EFEKTIF
DI SEKOLAH DASAR
A. PENGANTAR
Istilah model diartikan sebagai
barang atau benda tiruan dari benda sesungguhnya, seperti globe adalah model
dari bumi tempat kita hidup. Dalam konseks pembelajaran, Joyce dan Weil (Udin S.Winataputra, 2001)
mendefinisikan model sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman
dalam melakukan suatu kegiatan. Jadi, model pembelajaran adalah kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu
Di dalam literatur
ditemukan berbagai macam model pembelajaran. Beberapa diantara model
pembelajaran tersebut diasumsikan dapat dimanfaatkan dalam melaksanakan
pembelajaran di SD. Untuk memilih/menentukan model pembelajaran yang sesuai
untuk peserta didik pada jenjang pendidikan tertentu, perlu disesuaikan dengan tingkat perkembangan
peserta didik dan prinsip-prinsip belajar,(seperti kecepatan belajar, motivasi,
minat, keaktivan siswa dan umpan balik/penguatan), serta yang tidak kurang
pentingnya adalah bahwa pemilihan model-model
pembelajaran seyogianya berbasis
pada pendekatan pembelajaran yang berorientasi
pada konsep pembelajaran mutakhir
B. PENDEKATAN KONTEKSTUAL
SEBAGAI BASIS DALAM PENGEMBANGAN MODEL-MODEL PEMBELAJARAN EFEKTIF
1. Latar Belakang Pembelajaran Kontekstual
Salah
satu kecenderungan pemikiran yang berkembang dewasa ini berkaitan dengan proses
belajar anak adalah bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan
diciptakan secara alamiah. Menurut kecenderungan pemikiran ini, belajar akan
lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang dipelajarinya bukan
mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti
berhasil dalam kompetisi “mengingat”
jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam
kehidupan jangka panjang.
Pendekatan
kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL), menurut Nurhadi, dkk.
(2004) merupakan suatu konsep belajar dimana
guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga
dan masyarakat. Proses pembelajaran akan berlangsung lebih alamiah dalam bentuk
kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan
transfer pengetahuana dari guru. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran
diharapkan lebih bermakna bagi siswa untuk memecahkan persoalan, berpikir
kritis, dan melaksanakan observasi serta menarik kesimpulan dalam kehidupan
jangka panjangnya. Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa
manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya.
2. Pengertian dan
Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah suatu
konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannnya dalam kehidupan mereka
sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama
pembelajaran efektif, yakni konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat
belajar, pemodelan dan penilaian sebenarnya. Dari pengertian
pembelajaran kontekstual tersebut dapat disimpulkan karakteristik pembelajaran
kontekstual sebagai berikut :
>
Kerjasama
> Saling menunjang
> Menyenangkan, tidak membosankan
> Belajar dengan bergairah
> Pembelajaran terintegrasi
> Menggunakan berbagai sumber
> Siswa aktif
> Sharing dengan teman
3. Kecenderungan Pemikiran tentang Belajar
Beberapa
kecenderungan pemikiran dalam teori belajar yang mendasari filosofi
pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut :
a. Pemikiran tentang Belajar
1) Belajar
tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri.
2) Anak
belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari
pengetahuan baru.
3) Para
ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu terorganisasi dan
mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan (subject matter)
4)
Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi
yang terpisah tetapi mencerminkan ketarampilan yang dapat diterapkan
5) Manusia
mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru
6) Siswa
perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi
dirinya dan bergelut dengan ide-ide
7) Proses
belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus
seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan
seseorang.
b. Transfer Belajar
1) Pembelajaran kontekstual bertujuan
membekali siswa dengan pengetahuan yang dapat diterapkan/ditransfer dari satu
permasalahan ke permasalahan lain dan dari satu konteks ke konteks lainnya.
2) Siswa belajar dari mengalami sendiri,
bukan dari pemberian orang lain
3) Keterampilan dan pengetahuan itu
diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit), sedikit demi sedikit
4) Penting bagi siswa tahu untuk apa ia
belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu.
c. Siswa
sebagai Pembelajar
1) Manusia mempunyai kecenderungan untuk
belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk
belajar dengan cepat hal-hal baru
2) Strategi itu belajar itu penting. Anak
dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi untuk hal-hal yang sulit, strategi
belajar amat penting
3) Peran orang dewasa (guru) membantu
menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui
4) Tugas guru memfasilitasi agar informasi
baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan
ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi meraka
sendiri
4.
Pentingnya Lingkungan Belajar
1) Belajar efektif dimulai dari lingkungan
belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru ”akting
di depan kelas, siswa menonton” ke ”siswa
akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan”
2)
Pengajaran harus berpusat pada ’bagaimana cara” siswa menggunakan
pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan
hasilnya
3) Umpan balik amat penting bagi siswa
yang berasal dari proses penilaian (assessment) yang benar
4) Menumbuhkan komunitas belajar dalam
bentuk kerja kelompok itu penting.
4. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan
Pendekatan Tradisional
No.
|
Pembelajaran Kontekstual
|
Pembelajaran Tradisional
|
1.
|
Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa
|
Pemilihan informasi
ditentukan oleh guru
|
2.
|
Siswa terlibat secara
aktif dalam proses pembelajaran
|
Siswa secara pasif menerima informasi
|
3.
|
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan
|
Pembelajaran sangat
abstrak dan teoritis
|
4.
|
Selalu mengkaitkan
informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa
|
Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan
|
5.
|
Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang
|
Cenderung berfokus pada
satu bidang
|
6.
|
Siswa menggunakan waktu
belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau
mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok)
|
Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku
tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan yang membosankan (melalui kerja
individual)
|
7.
|
Perilaku dibangun
atas kesadaran sendiri
|
Perilaku dibangun atas kebiasaan
|
8.
|
Keterampilan dikembangkan
atas dasar pemahaman
|
Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan
|
9.
|
Hadiah dari
perilaku baik adalah kepuasan
|
Hadiah dari perilaku baik
adalah pujian atau nilaio (angka) rapor
|
10.
|
Siswa tidak melakukan hal
yang buruk karena sadar hal tersebut keliru dan merugikan
|
Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman
|
11.
|
Perilaku baik
berdasarkan motivasi intrinsik
|
Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik
|
12.
|
Pembelajaran terjadi di
berbagai tempat, kontesks dan setting
|
Pembelajaran hanaya terjadi dalam kelas
|
13.
|
Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik
|
Hasil belajar diukur
melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan
|
5. Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual
Terdapat tujuah komponen utama yang
mendasari penerapan pembelajaran kontekstual , yaitu
a. Konstruktrivisme
b. Inkuiri
c.
Bertanya
d. Masyarakat Belajar
e. Pemodelan
f. Refleksi
g. Assesmen autentik
6. Penyusunan Rencana Pembelajaran Kontekstual
Dalam pembelajaran kontekstual, program
pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang
berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama
siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program
tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi
pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan autentic assessmen. Dalam
kaitan ini, program yang dirancang guru benar-benar merupakan rencana
pembelajaran yang bersifat kondisional tentang apa yang akan dikerjakannya
bersama siswanya. Secara umum tidak ada perbedaan yang mendasar antara format
program pembelajaran kontekstual dengan program pembelajaran konvensional. Yang
membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih
menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional),
sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario
pembelajarannya.
Atas dasar itu, rambu utama yang perlu diperhatikan dalam penyusunan
rencana pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut :
a. Nyatakan kegiatan pertama
pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan
antara : Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Materi Pokok, dan Pencapaian
Hasil Belajar
b. Nyatakan tujuan umum pembelajarannya
c. Rincian media untuk mendukung kegiatan
itu
d. Buatlah skenario kegiatan siswa
tahap demi tahap
e.
Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati
partisipasinya dalam pembelajaran
7. Contoh Skenario Pembelajaran Kontekstual (dalam
mp. Sains)
a.
Kelas dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil a 4-5 orang
b. Masing-masing kelompok menghadap meja
yang diatasnya telah tersedia 1 toples berisi air dan ikan, penggaris,
termometer, dan kertas manila masing-masing 1 buah, dan kertas quarto sesuai yang dibutuhkan
c. Selama empat puluh menit, kelompok siswa mengamati ikan yang ada dalam
toples. Siswa diminta mengamati ikan tersebut, mencatat semua aspek yang mereka
amati : ukuran, warna, perkiraan beratnya, perilaku ikan, dsb.
d. Siswa menyajikan hasil pengamatan di kertas karton. Kreativitas dalam
menyajikan hasil pengamatan sangat dihargai : boleh dengan gambar, bagan atau
verbal. Juga siswa diharapkan mampu membedakan antara data kuantitatif dengan
data kualitatif yang mereka temukan
e. Setiap kelompok
mempresentasikan/menyajikan hasil kelompok mereka.
f. Syaring pendapat berkenaan dengan
temuan/hasil pengamatan kelompok
g. Reionforcement/penghargaan diberikan bagi
kelompok yang memperoleh hasil terbaik (baik dari segi kelengkapan temuan
maupun dari segi kualitas laporan dan presentasi)
C. MODEL-MODEL PEMBELAJARAN EFEKTIF
BERBASIS PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL.
Terdapat sejumlah model pembelajaran efekktif berbasis kontekstual yang dapat
digunakan dalam proses pembelajaran di SD, diantaranya yaitu pembelajaran
berbasis masalah (problem based learning),
pembelajaran kooperatif dengan berbagai tipenya, (seperti Student-Teams
Achievement Divisions/STAD (Tim Siswa Kelompok Prestasi), JIGSAW (Model Tim
Ahli) dan GI (Group Investigation), think-pair and share, numbered head
together, picture and picture, examples non examples, pengajaran berbasis
inkuiri, pengajaran berbasis tugas/proyek (Project based learning), demonstration, role playing, pemodelan
(modelling), dsb.
Dalam naskah ini hanya akan dibahas tiga
diantaranya secara singkat, yaitu :
1. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based
Learning)
Pembelajaran berbasis masalah (problem
based learning)adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia
nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir
kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan
dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.
Pengajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat
tinggi, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar. Pengajaran berbasis
masalah, menurut Ibrahim dan Nur (2002) dikenal dengan nama lain seperti
Project-Based Teaching (Pembelajaran berbasis Project), Experience-Based
Education (Pendidikan berdasarkan pengalaman), Authentic Learning (Pembelajaran
Autentic) Dan Anchored instruction (Pembelajaran berakar pada kehidupan nyata).
Peranan guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah,
mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.
Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah
dan bagaimana peranan guru di dalamnya dapat digambarkan sbb.
Tahapan
|
Tingkah laku
|
Tahap 1
Orientasi siswa kepada masalah
|
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang
dibutuhkan dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan
masalah yang dipilih
|
Tahap 2
Mengorganisir siswa untuk
Belajar
|
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dsb.)
|
Tahap 3
Membimbing penyelidikan
individual dan kelompok
|
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan
data, hipotesis, dan pemecahan masalah
|
Tahap 4
Mengembangkan dan
menanyakan hasil karya
|
Guru membantu siswa dalam merencanakan,
menyiapkan karya yang sesuai sperti laporan, dan membantu mereka berbagai
tugas dengan temannya
|
Tahap 5
Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah
|
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
|
2. Model Student
Teams Achievement Division (STAD)
Model Student
Teams Achievement (Tim Siswa Kelompok Prestasi) adalah salah satu model
pembelajaran kooperatif. Model ini
dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan-kawannya. Metode ini merupakan
metode yang paling sederhana dalam pembelajaran kooperatif. Para
guru menggunakan pembelajaran STAD untuk mengajarkan informasi akademik baru
kepada siswa setiap minggu, baik melalui penyajian verbal manupun tertulis. Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa
kelompok atau tim masing-masing terdiri atas 4 atau 5 orang anggota kelompok
yang bersifat heterogen (baik jenis kelamin, ras, etnik, maupun potensi
akademik/kemampuannya). Tiap anggota kelompok menggunakan lembar kerja akademik
dan kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab
atau diskusi antar sesama anggota kelompok. Secara periodic, dilakukan evaluasi
oleh guru untuk mengetahui tingkat penguasaan mereka (baik individual maupun
kelompok) terhadap bahan akademik yang telah dipelajari. Setiap siswa atau tim
diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada siswa secara
individual atau tim yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna
diberi reinforcement.
Secara singkat langkah-langkah
pembelajaran STAD terdiri atas:
a. Membentuk kelompok heterogen a 4-5 orang
anggotanya
b. Guru menyajikan pelajaran
c. Guru memberi tugas
d. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis, tidak dibolehkan siswa saling membantu.
e. Memberi evaluasi
f. Kesimpulan
3. Model Jigsaw (Model Tim Ahli)
Model Jigsaw dikembangkan oleh Eliot
Aronson dan kawan-kawannya dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan
kawan-kawannya. Seperti halnya pada model STAD, pada model Jigsawpun, kelas
dibagi menjadi beberapa kelompok/tim a 4-5 orang anggotanya yang bersifat
heterogen. Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks dan tiap
siswa diberi tanggung jawab untuk mempelajari satu bagian dari bahan akademik
tersebut. Para anggota dari berbagai kelompok/tim yang berbeda memiliki
tanggung jawab untuk mempelajari satu bagian bahan akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul
untuk saling membantu mengkaji bahan tertsebut. Kelompok siswa yang dimaksud
disebut ”kelompok pakar (expert group)”. Sesudah kelompok pakar
berdiskusi dan menyelesaikan tugas, maka anggota dari kelompok pakar ini
kembali ke kelompok semula (home teams) untuk mengajar (membuat mengerrti) anggota
lain dalam kelompok semula tersebut.
Secara singkat, langkah-langkah
pembelajaran Jigsaw terdiri atas :
a. Siswa dikelompokkan menjadi beberapa
kelompok heterogen a 4-5 orang
b. Tim anggota dalam kelompok/tim diberi
bagian materi yang berbeda
c. Anggota dari tim tim yang berbeda yang
telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru
(kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka
d. Jika
kelompok ahli selesai mendiskusikan tugasnya, maka anggota kelompok
kembali ke kelompok asal/semula (home teams) untuk mengajar anggota lainnya
dalam kelompok semula
e. Tiap kelompok/tim ahli mempresentasikan
hasil diskusi
f. Guru memberi evaluasi
g. Kesimpulan/penutup
4. Model Group Investigation (GI)
Dasar-dasar metode group investigation
(investigasi kelompok) dirancang oleh Herbert Thelen, selanjutnya dikembangkan
oleh oleh Sharan dan kawan-kawannya. Dibandingkan dengan model STAD dan Jigsaw,
group investigation merupakan model pembelajaran yang lebih kompleks dan paling
sulit dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Pada model group
investigation, sejak awal siswa dilibatkan mulai dari tahap perencanaan baik
dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi.
Dalam pelaksanaanya, mempersyaratkan para siswa untuk memiliki kemampuan yang
baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok.
Pengelompokan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil a 5-6 orang dapat bersifat
heterogen dan dapat juga didasarkan pada kesenangan berteman atau kesamaan
minat. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti/melakukan investigasi mendalam terhadap berbagai
subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan
di depan kelas secara keseluruhan
Secara singkat langkah-langkah group
investigation adalah sbb. :
a. Guru membagi kelas dalam beberapa
kelompok heterogen
b. Guru menjelaskan maksud pembelajaran
dan tugas kelompok
c. Guru memanggil ketua kelompok dan
setiap kelompok mendapat tugas satu materi/tugas yang berbeda dari kelompok
lain
d. Masing-masing kelompok membahas materi
yang sudah ada secara kooperatif yang bersifat penemuan
e. Setelah selesai diskusi, juru bicara
kelompok menyampaikanhasil pembahasan kelompok
f. Guru memberi penjelasan singkat dan
sekaligus memberikan kesimpulan
g. Penutup.
D. PENUTUP
Disamping mnode-model pembelajaran yang
dikemukakan di atas, dalam konteks pembelajaran masih tersedia cukup banyak
model-model pembelajaran Aktif, Inovatif,
Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM) yang dapat dipilih dan digunakan
oleh guru di kelas. Sebagai guru yang profesional, seyogianya setiap guru selalu berupaya
mengembangkan/meningkatkan kemampuannya dengan mengkaji berbagai model
pembelajaran tersebut dan yang tidak
kurang pentingnya adalah menuntut komitmen dari setiap guru untuk senantiasa
memilih dan menerapkan model pembelajaran yang terbaik untuk kepentingan
peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim, M
& Mohamad N (2000).Pengajaran Berdasarkan Masalah,
Surabaya : Pusat Sains dan Matematika Sekolah, Program Pasca Sarjana Unesa,
University Press
Joyce, Bruce & Marsha Weil (1986).Models of Teaching, New
Yersey : Prentice-Hall, Inc. Englewood
Cliffs.
Lily Budiardjo (2001).Hakekat Metode Instruksional, Jakarta : Pusat Antar
Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional, Dirjen
Dikti, Depdiknas
Nurhadi, Burhan Yasin dan
Agus Gerald Senduk (2004).Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya
dalam KBK, Malang : Universitas Negeri Malang
Tim Pustaka Yustisia (2007).Panduan
Lengkap KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), Yogyakarta :
Pustaka Yustisia
Udin S. Winataputra (2001).Model-model
Pembelajaran Inovatif, Jakarta : Pusat Antar Universitas untuk
Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional, Dirjen Dikti, Depdiknas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar