Lawrence Kohlberg mengkategorisasi dan mengklasifikasi
respon yang dimunculkan kedalam enam tahap perkembangan moral yang berbeda.
Keenam tahapan tersebut dibagi kedalam tiga tingkatan: prakonfensional,
konvensional, dan pascakonvensional. Karakteristik untuk masing-masing tahapan
perkembangan moral yang dimaksud disajikan dalam tabel berikut ini.
No
|
Tingkat
|
Umur
|
Nama
|
Karakteristik
|
1
|
Tingkat 1
|
0-9 thn
|
Prakonvensional
|
|
Tahap 1
|
Moralitas
heteronomi (orientasi kepatuhan dan hukuman)
|
Melekat
pada aturan
|
||
Tahap 2
|
Individualisme/
instrumentalisme
(orientasi
minat pribadi)
|
Kepentingan
nyata individu. Menghargai kepentingan oranglain
|
||
2
|
Tingkat 2
|
9-15 thn
|
Konvensional
|
|
Tahap 3
|
Reksa
interpersonal
(orientasi
keserasian interpersonal dan konformitas (sikap anak baik)).
|
Mengharapkan
hidup yang terlihat baik oleh orang lain dan kemudian telah menganggap
dirinya baik.
|
||
Tahap 4
|
Sistem
sosial dan hati nurani (orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial
(moralitas hukum dan aturan))
|
Memenuhi
tugas sosial untuk menjaga sistem sosial yang berlangsung.
|
||
3.
|
Tingkat 3
|
Diatas 15 thn
|
Pascakonvensional
|
|
Tahap 5
|
Kontrak sosial
|
Relatif menjungjung tinggi aturan dalam memihak
kepantingan dan kesejahteraan untuk semua.
|
||
Tahap 6
|
Prinsip etika universal
|
Prinsip etis yang dipilih sendiri, bahkan ketika ia
bertentangan dengan hukum
|
Perkembangan moral menurut Piaget
terjadi dalam dua tahapan yang jelas. Tahap pertama disebut “tahap realisme
moral” atau “moralitas oleh pembatasan” dan tahap kedua disebut
“tahap moralitas otonomi” atau “moralitas oleh kerjasama atau hubungan timbal
balik”.
Pada tahap pertama, perilaku anak ditentukan
oleh ketaatan otomatis terhadap peraturan tanpa penalaran atau penilaian.
Mereka menganggap orang tua dan semua orang dewasa yang berwenang sebagai maha
kuasa dan anak mengikuti peraturan yang diberikan oleh mereka tanpa
mempertanyakan kebenarannya.
Pada tahap kedua, anaka menilai
perilaku atas dasar tujuan yang mendasarinya. Tahap ini biasanya dimulai antara
usia 7 atau 8 tahun dan berlanjut hingga usia 12 tahun atau lebuh. Anak mulai
mempertimbangkan keadaan tertentu yang berkaitan dengan suatu pelanggaran
moral.
C. Faktor yang Mempengaruhi
Perkembangan Moral
Berdasarkan sejumlah hasil
penelitian, perkembangan internalisasi nilai-nilai terjadi melalui identifikasi
dengan orang-orang yang dianggapnya sebagai model.
Bagi para ahli psikoanalisis, perkembangan
moral dipandang sebagai proses internalisasi norma-norma masyarakat dan
dipandang sebagai kematangan dari sudut organik biologis. Menurut
psikoanalisis, moral dan nilai menyatu dalam konsep superego yang dibentuk
melalui jalan internalisasi larangan-larangan atau perintah-perintah yang
datang dari luar (khususnya orang tua) sedemikian rupa, sehingga akhirnya
terpencar dari dalam diri sendiri.
Teori-teori lain yang non
psikoanalisi beranggapan bahwa hubungan anak-orang tua bukan satu-satunya sarana
pembentukan moral. Para sosiolog beranggapan bahwa masyarakat sendiri mempunyai
peran penting dalam pembentukan moral.
Dalam usaha membentuk tingkah laku
sebagai pencerminan nilai-nilai hidup terterntu, Banyak factor yang
mempengaruhi perkembangan moral peserta didik, diantaranya yaitu:
1) Faktor tingkat harmonisasi
hubungan antara orang tua dan anak.
2) Faktor seberapa banyak model
(orang-orang dewasa yang simpatik, teman-teman, orang-orang yang terkenal dan
hal-hal lain) yang diidentifikasi oleh anak sebagai gambaran-gambaran
ideal.
3) Faktor lingkungan memegang
peranan penting. Diantara segala segala unsur lingkungan social yang
berpengaruh, yang tampaknya sangat penting adalah unsure lingkungan berbentuk
manusia yang langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai perwujudan
dari nilai-nilai tertentu.
4) Faktor selanjutnya yang
memengaruhi perkembangan moral adalah tingkat penalaran. Perkembangan moral
yang sifatnya penalaran menurut Kohlberg, dipengaruhi oleh perkembangan nalar
sebagaimana dikemukakan oleh piaget. Makin tinggi tingkat penalaran seseorang
menrut tahap-tahap perkembangan piaget, makin tinggi pula tingkat moral
seseorang.
5) Faktor Interaksi sosial dalam
memberik kesepakatan pada anak untuk mempelajari dan menerapkan standart perilaku
yang disetujui masyarakat, keluarga, sekolah, dan dalam pergaulan dengan orang
lain.
D. Upaya Optimalisasi
Perkembangan Moral
Hurlock mengemukakan ada empat pokok
utama yang perlu dipelajari oleh anak dalam mengoptimalkan perkembangan
moralnya, yaitu :
1) Mempelajari apa yang diharapkan
kelompok sosial dari anggotanya sebagaimana dicantumkan dalam hukum. Harapan
tersebut terperinci dalam bentuk hukum, kebiasaan dan peraturan. Tindakan
tertentu yang dianggap “benar” atau “salah” karena tindakan itu menunjang, atau
dianggap tidak menunjang, atau menghalangi kesejahteraan anggota kelompok.
Kebiasaan yang paling penting dibakukan menjadi peraturan hukum dengan hukuman
tertentu bagi yang melanggarnya. Yang lainnya, bertahan sebagai kebiasaan tanpa
hukuman tertentu bagi yang melanggarnya.
2) Pengambangan hati nuranni
sebagai kendali internal bagi perliaku individu. Hati nurani merupakan
tanggapan terkondisikan terhadap kecemasan mengenai beberapa situasi dan
tindakan tertentu, yang telah dikembangkan dengan mengasosiasikan tindakan
agresif dengan hukum.
3) Pengembangan perasaan bersalah
dan rasa malu. Setelah mengembangkan hati nurani, hati nurani mereka dibawa dan
digunakan sebagai pedoman perilaku. Rasa bersalah adalah sejenis evaluasi diri,
khusus terjadi bila seorang individu mengakui perilakunya berbeda dengan nilai
moral yang dirasakannya wajib untuk dipenuhi. Rasa malu adalah reaksi emosional
yang tidak menyenangkan yang timbul pada seseorang akibat adanya penilaian
negatif terhadap dirinya. Penilaian ini belum tentu benar-benar ada, namun
mengakibatkan rasa rendah diri terhadap kelompoknya.
4) Mencontohkan, memberikan contoh
berarti menjadi model perilaku yang diinginkan muncul dari anak, karena cara
ini bisa menjadi cara yang paling efektif untuk membentuk moral anak.
5) Latihan dan Pembiasaan, menurut
Robert Coles (Wantah, 2005) latihan dan pembiasaan merupakan strategi penting
dalam pembentukan perilaku moral pada anak usia dini. Sikap orang tua dapat
dijadikan latihan dan pembiasaan bagi anak. Sejak kecil orang tua selalu
merawat, memelihara, menjaga kesehatan dan lain sebagainya untuk anak. Hal ini
akan mengajarkan moral yang positif bagi anak
6) Kesempatan melakukan interaksi
dengan anggota kelompok sosial. Interaksi sosial memegang peranan penting dalam
perkembangan moral. Tanpa interaksi dengan orang lain, anak tidak akan
mengetahui perilaku yang disetujui secara social, maupun memiliki sumber
motivasi yang mendorongnya untuk tidak berbuat sesuka hati.
Interaksi sosial awal terjadi
didalam kelompok keluarga. Anak belajar dari orang tua, saudara kandung, dan
anggota keluarga lain tentang apa yang dianggap benar dan salah oleh kelompok
sosial tersebut. Disini anak memperoleh motivasi yanjg diperlukan untuk
mengikuti standar perilaku yang ditetapkan anggota keluarga.
Melalui interaksi sosial, anak tidak
saja mempunyai kesempatan untuk belajar kode moral, tetap mereka juga mendapat
kesempatan untuk belajar bagaimana orang lain mengevaluasi perilaku mereka.
Karena pengaruh yang kuat dari kelompok sosial pada perkembangan moral anak,
penting sekali jika kelompok sosial, tempat anak mengidentifikasikan dirinya
mempunyai standar moral yang sesuai dengan kelompok sosial yang lebih besar
dalam masyarakat.
Sumber-Sumber:
- Sudarwan Damin dan Khairil, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 80-81
- Ahmad Fauzi dkk, Perkembangan Peserta Didik, (LAPIS PGMI, 2008), hlm 9-12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar