ASEMEN DALAM PEMBELAJARAN SAINS SD
Edi Hendri Mulyana - Dosen PGSD UPI Kampus Tasikmalaya
Pendahuluan
Indikator utama yang digunakan untuk menilai kualitas pembelajaran dan
kelulusan siswa dari suatu lembaga pendidikan, sering didasarkan pada hasil
belajar siswa yang tertera pada nilai tes hasil belajar (THB) atau Nilai
EBTANAS Murni (NEM). Dampak dari pandangan tersebut yang diperkuat dengan
bentuk tes yang digunakan, mendorong guru berlomba-lomba mentrasfer materi
pelajaran sebanyak-banyak-nya untuk mempersiapkan anak didik dalam mengikuti
THB atau Ebtanas. Akibatnya seperti yang dikemukakan oleh A. Malik Fajar
dalam harian Kompas (Mei 1994:4) bahwa yang terjadi kemudian adalah anak
didik dipaksa untuk melahap informasi yang disampaikan tanpa diberi peluang
sedikit pun untuk melaksanakan refleksi secara kritis. Dalam hal ini anak
didik hanya dituntut untuk belajar dengan cara menghapal semua informasi yang
telah disampaikan oleh guru.
Dari hasil pengamatan di lapangan (terutama terhadap pembelajaran Sains di
Sekolah Dasar), proses penilaian yang dilakukan selama ini semata-mata hanya
menekankan pada penguasaan konsep yang dijaring dengan tes tu;is obyektif dan
subyektif sebagai alat ukurnya. Hal ini didukung oleh penelitian Nuryani, dkk
(1992:8) yang mengemukakan bahwa pengujian yang dilakukan selama ini baru
mengukur pengusaan materi saja dan itu pun hanya meliputi ranah kognitif
tingkat rendah. Keadaan semacam ini merupakan salah satu penyebab guru enggan
melakukan kegiatan pembela-jaran yang memfokuskan pada pengembangan
keterampilan proses anak. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan umumnya hanya
terpusat pada pen-yampaian materi dalam buku teks. Keadaan faktual ini
mendorong siswa untuk menghapal pada setiap kali akan diadakan tes harian
atau tes hasil belajar. Padahal untuk anak jenjang sekolah dasar yang harus
diutamakan adalah bagaimana mengembangkan rasa ingin tahu dan daya kritis
anak terhadap suatu masalah (Mahar Marjono, 1996:10).
Proses pembelajaran Sains di SD menuntut keterlibatan peserta didik secara
aktif dan bertujuan agar penguasaan dari kognitif , afektif, serta
psi-komotorik terbentuk pada diri siswa (Moh. Amin, 1987:42), maka alat ukur hasil
belajarnya tidak cukup jika hanya dengan tes obyektif atau subyektif saja.
Dengan cara penilaian tersebut keterampilan siswa dalam melakukan aktivitas
baik saat melakukan percobaan maupun menciptakan hasil karya belum dapat
diungkap. Demikian pula tentang aktivitas siswa selama mengerjakan tugas dari
guru. Baik berupa tugas untuk melakukan perco-baan, peragaan maupun
pengamatan.
Fenomena di atas menunjukkan bahwa bentuk atau sistem penilaian yang
digunakan dalam mengukur hasil belajar siswa sangat berpengaruh terhadap
strategi pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan guru. Sis-tem penilaian
yang benar adalah yang selaras dengan tujuan dan proses pembelajaran. Tujuan
pembelajaran Sains SD pada kurikulum 2004, dapat dirangkum ke dalam tiga aspek
sasaran pembelajaran yaitu penguasaan konsep Sains, pengembangan keterampilan
proses/kinerja siswa, dan pena-naman sikap ilmiah. Oleh karennya agar
informasi tentang hasil belajar siswa dapat mengungkap secara menyeluruh,
maka perlu melakukan pe-ngukuran terhadap ketiga aspek tersebut di atas.
Dengan demikian sasaran dari penilaian hasil belajar di SD meliputi semua
komponen yang men-yangkut proses dan hasil belajar siswa dalam kegiatan
belajar mengajar.
Tiga target pembelajaran dalam pendidikan Sains SD menuntut kon-sekuensi
terhadap alat ukur yang digunakan. Penggunaan tes obyektif dan subyektif
semata-mata sangatlah tidak tepat. Kedua bentuk tes ini hanya mampu
menggambarkan seberapa banyak informasi yang berhasil dikum-pulkan siswa dan
mempunyai kecenderungan membuat siswa lebih pasif dari pada kreatif, karena
peserta didik hanya dibiasakan untuk mengingat materi yang sudah dihapalnya
(Muh. Nur, 1997:2; Riberu, 1996:4). Agar hasil belajar dapat diungkap secara
menyeluruh, maka selain digunakan alat ukur tes obyektif dan subyektif perlu
dilengkapi dengan alat ukur yang da-pat mengetahui kemampuan siswa dari aspek
kerja ilmiah (keterampilan dan sikap ilmiah) dan seberapa baik siswa dapat
menerapkan informasi pengetahuan yang diperolehnya. Alat penilaian yang
diasumsikan dapat memenuhi hal tersebut antara lain adalah Tes Kinerja atau
Performance Test dan jenis penilaian alternatif lainnya seperti penilaian
produk, portofolio, dan penilaian tingkah laku (Stiggins, 1994:159;
Depdiknas-Penilaian Kelas, 2004:36). Dengan menerapkan penilaian seperti itu
terhadap siswa, dapat dikumpulkan bukti-bukti kemajuan siswa secara aktual
yang dapat diguna-kan sebagai bahan pertimbangan untuk memperbaiki proses
pembelajaran selanjutnya. Selain itu penilaian dengan cara ini dirasakan
lebih adil dan fair bagi siswa serta dapat meningkatkan motivasi siswa untuk
terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Dalam penilaian kinerja
terdapat perbe-daan tugas dan situasi yang diberikan kepada siswa serta
memberikan ke-sempatan untuk mempelihatkan pemahamannya dan kebenarannya
dalam aplikasi pengetahuan dan keterampilan menurut kebiasaan berfikirnya
(Wiggins dalam marzano,1993:13)
Dengan mengkaji kenyataan yang ditemukan di lapangan, nampak ada
ketidaksesuaian antara pembelajaran Sains di SD dengan sistem penilai-an yang
digunakannya. Proses penilaian yang biasa dilakukan guru selama ini hanya
mampu menggambarkan aspek penguasaan konsep peserta didik, akibatnya tujuan
kurikuler Mata Pelajaran Sains belum dapat dicapai dan atau tergambarkan
secara menyeluruh. Untuk itu perlu diupayakan suatu teknik penilaian yang
mampu mengungkap aspek produk maupun proses, salah satu dengan menerapkan
penilaian kinerja siswa.
Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Gronlund (dalam Bistok Sirait, 1985 :
153) bahwa sekalipun penilaian terhadap kinerja siswa itu amat penting, namun
berdasarkan hasil observasi di lapangan para guru merasa kesulitan dalam
melaksanakan karena belum memahami prosedur peng-gunaannya.
Sebagai contoh kasus ialah; bahwa
kegiatan pembelajaran yang melibatkan kinerja siswa dalam melakukan percobaan
sudah sering dit-erapkan, namun terhadap kinerja siswa tersebut belum pernah
dilakukan penilaian. Menurut pengakuan sejumlah guru SD hal ini disebabkan
penata-ran atau pelatihan yang secara khusus membahas penerapan penilaian
kinerja belum pernah diikuti atau belum pernah diadakan di tingkat
pen-didikan dasar. Kondisi tersebut mengakibatkan pengetahuan, pengalaman
maupun penguasaan guru terhadap proses penilaian kinerja siswa sangat kurang.
Realitas menunjukkan bahwa penilaian dengan cara konvensional be-lum mampu
mengungkap hasil belajar siswa dari aspek sikap dan proses atau kinerja siswa
secara aktual. Oleh karenanya diperlukan penerapan sis-tem penilaian yang
dapat mengungkap kedua aspek tersebut. Sistem penilaian yang diasumsikan
dapat memenuhi tuntutan tersebut adalah sis-tem penilaian yang digagaskan
dalam Sistem Penilaian Kelas Kurikulum 2004 yang antara lain meliputi jenis
Penilaian Kinerja (Performance Assess-ment), Penilaian Karya (Product
Assessment), Penilaian Penugasan , Penilaian Proyek, dan Penilaian
Portofolio. Dari jenis-jenis tersebut tersirat bahwa makna penilaian mencakup
hal-hal yang lebih luas dari sekedar penilaian konvensional yang selama ini
berlangsung.
Makna Penilaian dan Tujuan Pembelajaran
Sebagaimana ditegaskan dalam pedoman penilaian untuk sekolah dasar
(Depdikbud, 1994:1) penilaian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari tujuan pendidikan dasar maupun penyelenggaraan kegiatan belajar
mengajar. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan pada langkah awal pembelajaran
digunakan sebagai acuan dalam kegiatan pem-belajaran dan proses penilaian
yang akan dilakukan. Menurut Davis (dalam Sudarsono Sudirdjo dkk., 1991:94)
tujuan tidak hanya merupakan arah yang dapat membentuk atau mewarnai
kurikulum dan memimpin kegiatan pen-gajaran, tetapi juga dapat menyediakan
spesifikasi secara terperinci bagi penyusunan dan penggunaan teknik-teknik
penilaian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran yang
dirumuskan secara je-las dan spesifik akan menunjang proses penilaian yang
tepat dan dapat membantu di dalam menetapkan kualitas dan efektivitas
pengalaman bela-jar siswa.
PengertiaPenilaian
Dalam buku pedoman penilaian kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994: 3), dikemukakan
bahwa:
"Penilaian adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk
mem-berikan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh
ten-tang proses dan hasil belajar yang telah dicapai siswa".
Penjelasan tersebut di atas mengandung makna bahwa jauh sebelum
diberlakukannya sistem Penilaian Kelas dari Kurikulum 2004, penilaian ti-dak
hanya ditujukan pada penguasaan salah satu bidang tertentu saja, me-lainkan
menyeluruh dan mencakup aspek kognitif, afektif maupun psiko-motorik. Hal ini
sejalan dengan pandangan Colin (1991: 3), bahwa:
"Assessment as a general term enhancing all methods customarily to
ap-praise performance of individual pupil or a group. It may refer to abroad
appraisal including many sources of evidence and many aspects of a pu-pil's
knowledge, understanding, skill and attitudes.
Sedangkan menurut Nana Sudjana
(1989:220), penilaian adalah proses untuk menentukan nilai dari suatu obyek
atau peristiwa dalam suatu kon-teks situasi tertentu, dimana proses penentuan
nilai berlangsung dalam ben-tuk interpretasi yang kemudian diakhiri dengan
suatu "Judgment".
Penilaian tidak sama dengan pengukuran, namun keduanya tidak dapat
dipisahkan, karena kedua kegiatan tersebut saling berhubungan erat. Untuk
dapat mengadakan penilaian perlu melakukan pengukuran terlebih dahulu
(Suharsimi Arikunto, !991: 1). Pengukuran dapat diartikan sebagai pemberian
angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang di-dasarkan pada
aturan atau formulasi yang jelas (Asmawi Zainul, 1992: 13). Dari hasil
pengukuran akan diperoleh skor yang menggambarkan tingkat keberhasilan
belajar siswa berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.
Lebih lanjut, berikut adalah penjelasan dari buku Penilaian Kelas pada
Kurikulum 2004 tentang beberapa istilah yang sering terkait dengan penilaian
(Depdiknas, 2004:11-12). "Banyak orang mencampuradukkan pengertian
antara evaluasi, pengukuran (measurement), tes, dan penilaian (as-sessment),
padahal keempatnya memiliki pengertian yang berbeda. Evaluasi adalah kegiatan
identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah direncanakan telah
tercapai atau belum, berharga atau tidak, dan dapat pula untuk melihat
tingkat efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi berhubungan den-gan keputusan
nilai (value judgement). Di bidang pendidikan, kita dapat me-lakukan evaluasi
terhadap kurikulum baru, suatu kebijakan pendidikan, sumber belajar tertentu,
atau etos kerja guru. Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara
dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang
sejauh mana hasil belajar siswa atau keterca-paian kompetensi (rangkaian
kemampuan) siswa. Penilaian menjawab per-tanyaan tentang sebaik apa hasil
atau prestasi belajar seorang siswa. Pengu-kuran (measurement) adalah proses
pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan
di mana seorang siswa telah menca-pai karakteristik tertentu. Hasil penilaian
dapat berupa nilai kualitatif (pern-yataan naratif dalam kata-kata) dan nilai
kuantitatif (berupa angka). Pengu-kuran berhubungan dengan proses pencarian
atau penentuan nilai kuantitatif tersebut. Tes adalah cara penilaian yang
dirancang dan dilak-sanakan kepada siswa pada waktu dan tempat tertentu serta
dalam kondisi yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang jelas."
FungsiPenilaian
Dalam pedoman penilaian Kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994:3) ditegaskan bahwa
tujuan dan fungsi penilaian untuk memberikan umpan bail baik kepada guru,
siswa, orangtua maupun lembaga pendidikan yang berkepentingan serta untuk
menentukan nilai hasi belajar siswa. Bagai guru, hasil penilaian tidak hanya
dugunakan untuk memberikan pertanggung-jawaban secara obyektif kepada atasan
ataupun sekedar bahan nilai raport. Namun penilaian dapat digunakan sebagai
bahan dasar untuk melakukan instrospeksi diri terhadap proses pembelajaran
yang baru saja berlangsung. Bagi siswa, hasil penilaian dapat dijadikan alat
untuk memotivasi siswa tersebut agar lenih giat dalam proses pembelajaran
berikutnya. Selain itu, dari hasil penilaian siswa mendapatkan informasi
tentang seberapa jauh tingkat penguasaan bahan pelajaran yang diberikan guru.
Bagi orangtua, dengan mengetahui
hasil belajar siswa (anaknya) orangtua dapat turut berpartisipasi dan
mengambil langkah yang tepat dalam memberikan bimbingan dan bantuan serta
dorongan bagi putra-putrinya. Selain itu dengan informasi hasil penilaian
yang benar, orangtua dapat secara akurat mengetahui kemampuan, kekurangan dan
kedudukan siswa secara ril di kelasnya. Bagi pengelola program pendidikan,
hasil penilaian merupakan masukkan yang sangat berarti yang dapat digunakan
untuk bahan kajian dalam membantu guru meningkatkan kompetensi
pro-fesionalnya, khususnya dalam bidang penilaian. Hasil penilaian yang
kom-prehensif dapat juga dugunakan untuk tujuan dan kebutuhan lain misalnya
penentuan status siswa, pengelompokkan, seleksi, diagnosis dan bimbin-gan,
serta menyempurnakan pengalaman pendidik, atau penelitian.
Prinsip penilaian
Hasil kegiatan penilaian dapat memberikan manfaat yang optimal jika
di-lakukan dengan mengacu pada prinsip-prinsip penilaian sebagaimana
ditetapkan oleh pedoman formal penilaian dari pemerintah (Depdikbud, 1994:5),
yakni dilaksanakan secara menyeluruh, berkesinmabungan, berori-entasi pada
tujuan, obyektif, terbuka serta mempertimbangkan aspek ke-bermaknaan.
Peneilian yang dilakukan secara menyeluruh artinya informasi yang dikumpulkan
melalui proses penilaian menyangkut seluruh aspek kepribadian siswa.
Penilaian dikatakan menyeluruh jika mampu mengung-kap aspek produk dan proses
belajar anak, yakni menyangkut pengetahuan, sikap, dan keterampilan proses
peserta didik.
Target hasil belajar yang diharapkan terjadi pada diri siswa setelah
berlangsungnya proses pembelajaran tertuang dalam tujuan pembelajaran sejak
tujuan umum pada Standar Kompetensi Mata Pelajaran hingga Kom-petensi Dasar,
Hasil Belajar, dan Indikator dari setiap materi pokok pembe-lajaran. Oleh
karena proses penilaian bertujuan untuk mengetahui se-jauhmana tingkat
ketercapaian tujuan pembelajaran, maka dalam melaku-kan penilaian harus
selalu berorientasi pada tujuan; karena antara tujuan dan penilaian merupakan
komponen sistem pembelajaran yang tidak dapat dipisahkan.
Prinsip penilaian selanjutnya adalah bersifat obyektif, artinya dalam
melakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa, guru berusaha untuk
meminimalisasi faktor subyektivitas. Menurut Ign. Masidjo (1995: 25)
obyek-tivitas pelaksanaan penilaian dapat dicapai dengan menaati
aturan-aturan yang telah ditetapkan. Penilaian yang didasarkan atas kriteria
penilaian yang telah ditetapkan sebelumnya dapat mengurangi faktor
subyektivitas dalam melakukan penilaian.
Agar hasil penilaian dapat memberikan manfaat baik kepada guru, siswa, orang
tua maupun pihak sekolah, maka penilaian hendaknya dilaku-kan secara terbuka.
Maksudnya baik proses maupun hasil penilaian hen-daknya diinformasikan kepada
pihak-pihak terkait, sehingga hasil penilaian memiliki kebermaknaan bagi
pihak-pihak yang memerlukan.
Penilaian dalam Pembelajaran Sains
Sebagaimana dikemukakan terdahulu bahwa pembelajaran Sains memi-liki tiga
dimensi sasaran pembelajaran, yaitu dimensi proses, produk dan sikap yang
satu sama lain tidak dapat dipisahkan dan diabaikan dalam proses belajar
mengajar Sains (Moh. Amin, 1987: 16). Target pembelajaran Sains ini selain
mengembangkan aspek kognisi juga meningkatkan ket-erampilan proses, sikap,
kreativitas dan kemampuan aplikasi konsep (Yager, 1996:9). Mengingat antara
belajar dan penilaian mempunyai hubun-gan yang erat, maka agar siswa
terdorong untuk mengembangkan daya kreasi dan keterampilan berfikirnya
hendaknya penilaian yang dilakukan tidak hanya ditujukan pada aspek
penguasaan konsep saja. Namun perlu dilengkapi dengan penilaian terhadap
proses belajar siswa atau aktivitas siswa, karya siswa, dan sikap siswa.
Instrumen penilaian yang dapat digunakan untuk menilai kinerja siswa tersebut
adalah dengan mengguna-kan penilaian berbasis asesmen (Assessment-based
Evaluation).
Penilaian berbasis asesmen menuntut tertampilkannya kompetensi dan
kreativitas serta inisiatif yang lebih luas dari diri siswa. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Niddhi Khattri dkk. (1995: 80), bahwa penilaian ter-hadap
berbagai aspek kinerja siswa memiliki pengaruh positif di kelas, karena
melengkapi guru dengan acuan pedagogis yang membantu mengembangkan teknik
instruksional yang efektif. Selain itu penilaian juga menyediakan informasi
secara komprehensif mengenai kemajuan belajar siswa termasuk kekuatan dan
kelemahannya. Mengingat begitu besarnya manfaat dan peranan penilaian
berbasis asesmen terhadap kinerja siswa serta proses pembelajarannya, maka
guru sebagai pengelola utama kegiatan pembelajaran diharapkan mampu memahami,
merencanakan sekaligus me-laksanakan jenis-jenis penilaian berbasis asesmen.
Konsep Dasar Asesmen
Pengertian Asesmen
Asesmen dalam pembelajaran adalah suatu proses atau upaya formal pengumpulan
informasi yang berkaitan dengan variabel-variabel penting pembelajaran
sebagai bahan dalam pengambilan keputusan oleh guru un-tuk memperbaiki proses
dan hasil belajar siswa (Herman et al., 1992:95; Po-pham, 1995:3).
Variabel-variabel penting yang dimaksud sekurang-kurangya meliputi
pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap siswa dalam pembelajaran yang
diperoleh guru dengan berbagai metode dan prosedur baik formal maupun
informal, sebagaimana dikemukakan oleh Corner (1991:2-3) sebagai berikut.
A general term enhancing all methods customarily used to appraise performance
of an individual pupil or group. It may refer to a broad appraisal including
many sources of evidence and many aspect of pupil's knowledge, understanding,
skills and attitudes; An assess-ment instrument may be any method and
procedure, formal or in-formal, for producing information about pupil . . . .
Pengertian asesmen dalam berbagai literatur asing tersebut di atas selaras
dengan makna penilaian yang digariskan dalam Buku Pedoman Penilaian pada
kurikulum pendidikan dasar. Dalam buku tersebut tertulis bahwa, penilaian
adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk memberikan berbagai
informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil
belajar yang telah dicapai (Depdikbud, 1994:3). Ada pun yang dimaksud dengan
asesmen alternatif (alternative assessment) adalah segala jenis bentuk
asesmen diluar asesmen konvensional (selected respon test dan paper-pencil
test) yang lebih autentik dan signifikan mengungkap secara langsung proses
dan hasil belajar siswa. Herman (1997) memberikan sem-boyan khusus bagi
asesmen alternatif dengan ungkapan "What You Get is What You
Assess" (WYGWYA). Dalam beberapa literatur, asesmen alternatif ini
kadang-kadang disebut juga asesmen autentik (authentic assessment), as-esmen
portofolio (portfolio assessment) atau asesmen kinerja (performsnce as-sessment).
(Herman,1997:197-198; Niemi,1997:243; Harlen, 1992:6; Marzano, et
al.,1993:13; Popham, 1995:142)
Tujuan dan Peran Asesmen dalam Pembelajaran
Tujuan utama penggunaan asesmen dalam pembelajaran (classroom assessment)
adalah membantu guru dan siswa dalam mengambil keputusan propesional untuk
memperbaiki pembelajaran. Menurut Popham (1995:4-13) asesmen bertujuan untuk
antara lain untuk:
(1) mendiagnosa kelebihan dan kelemahan siswa dalam belajar,
(2) memonitor kemajuan siswa,
(3) menentukan jenjang kemampuan siswa,
(4) menentukan efektivitas pembelajaran,
(5) mempengaruhi persepsi publik tentang efektivitas pembelajaran,
(6) mengevaluasi kinerja guru kelas,
(7) mengklarifikasi tujuan pembelajaran yang dirancang guru
Setiap penggunaan asesmen alternatif bentuk apapun dicirikan oleh hal-hal
berikut: (1) menuntut siswa untuk merancang, membuat, menghasil-kan,
mengunjukkan atau melakukan sesuatu;
(2) memberi peluang untuk terjadinya berpikir kompleks dan/atau memecahkan
masalah;
(3) meng-gunakan kegiatan-kegiatan yang bermakna secara instruksional;
(4) menun-tut penerapan yang autentik pada dunia nyata;
(5) pensekoran lebih di-dasarkan pada pertimbangan manusia yang terlatih
daripada mengandalkan mesin. Untuk memperoleh asesmen dengan standar tinggi,
maka peng-gunaan asesmen harus: relevan dengan standar atau kebutuhan hasil
belajar siswa; adil bagi semua siswa; akurat dalam pengukuran; berguna; layak
dan dapat dipercaya. (Herman,1997:198)
Agar penggunaan asesmen dalam kelas sesuai dengan pembelajaran dan dapat
meningkatkan pembelajaran tersebut Cottel (1991) menggagaskan 5 petujuk bagi
guru penggunaan asesmen dalam kelas. Kelima petunjuk tersebut adalah:
pertama, senantiasa menganggap bahwa pembelajaran terus berlangsung; kedua,
selalu meminta siswa untuk menunjukkan bukti-bukti bagaimana mereka belajar;
ketiga, memberi siswa umpan balik tentang re-spon kelas serta rencana
pengajar tentang respon tersebut; keempat, melaku-kan penyesuaian-penyesuaian
yang tepat untuk meningkatkan pembela-jaran; dan kelima, menilai ulang
bagaimana penyesuaian-penyesuaian terse-but bekerja cukup baik
Performance Assessment sebagai Asesmen Alternatif
Penggunaan jenis asesmen yang tepat akan sangat menentukan ke-berhasilan
dalam mengakses informasi yang berkenaan dengan proses pem-belajaran.
Pemilihan metode asesmen harus didasarkan pada target infor-masi yang ingin
dicapai. Informasi yang dimaksud adalah hasil belajar yang dicapai siswa.
Stiggins (1994:3,67) mengemukakan lima kategori target hasil belajar yang layak
dijadikan dasar dalam menentukan jenis asesmen yang akan digunakan oleh
pengajar. Kelima hasil belajar tersebut adalah:
(1) Knowledge Outcomes, merupakan penguasaan siswa terhadap substansi
pengetahuan suatu mata pelajaran
(2) Reasoning Outcomes, yang menunjukkan kemampuan siswa dalam meng-gunakan
pengetahuannya dalam melakukan nalar (reason) dan meme-cahkan suatu masalah.
(3) Skill Outcomes, kemampuan untuk menunjukkan prestasi tertentu yang
berhubungan dengan keterampilan yang didasarkan pada penguasaan pengetahuan.
(4) Product Outcomes, kemampuan untuk membuat suatu produk tertentu yang
didasarkan pada penguasaan pengetahuan
(5) Affective Outcomes, pencapaian sikap tertentu sebagai akibat mempelajari
dan mengaplikasikan pengetahuan.
Untuk lima kategori hasil belajar di atas, Stiggins (1994: 83) menawar-kan
empat jenis metode asesmen dasar. Keempat metode tersebut adalah:
(1) Selected Response Assessment, termasuk ke dalamnya pilihan ganda
(multi-ple-choice items), benar-salah (true-false items), menjodohkan atau
menco-cokkan (matching exercises), dan isian singkat (short answer fill-in
items)
(2) Essay Assessment, dalam asesmen ini siswa diberikan beberapa persoalan
kompleks yang menuntut jawaban tertulis berupa paparan dari solusi terhadap
persoalan tersebut.
(3) Performance Assessment, merupakan pengukuran langsung terhadap pres-tasi
yang ditunjukkan siswa dalam proses pembelajaran. Asesmen ini terutama
didasarkan pada kegiatan observasi dan evaluasi terhadap proses dimana suatu
keterampilan, sikap, dan produk ditunjukkan oleh siswa.
(4) Personal Communication Assessment, termasuk ke dalamnya adalah
per-tanyaan-pertanyaan yang diajukan guru selama pembelajaran, wawan-cara,
perbincangan, percakapan, dan diskusi yang menuntut munculnya keterampilan
siswa dalam mengemukakan jawaban/gagasan.
Berdasarkan pengertian asesmen alternatif sebagaimana dikemu-kakan di muka,
maka kategori asesmen dari Stiggins yang cenderung dapat dipandang sebagai
jenis asemen alternatif adalah Performance Assessment dan Personal
Commu-nication Assessment.
Performance Assessment dan Personal Communication Assessment ber-cirikan
pengukuran secara langsung (direct) dan autentik terhadap pembela-jaran. Yang
menjadi objek Performance Assessment (asesmen kinerja) ini adalah segala yang
berkaitan dengan 'observabel performance' dari siswa. Kinerja yang
memungkinkan untuk diobservasi mungkin saja berkenaan dengan proses kognitif
yang kompleks semisal melakukan analisis, meme-cahkan masalah, melakukan
percobaan, membuat keputusan, mengukur, bekerja sama dengan yang lain,
pernyataan oral, atau mengunjukkan suatu produk. Lebih kompleks lagi kedua
jenis asesmen tersebut dapat digunakan untuk mengases cara berpikir (habit of
mind), cara bekerja, dan perilaku nilai (behaviors of value) dari siswa dalam
kehidupan nyata.
Penggunaan jenis asesmen seperti ini
sangat berkesuaian dengan efektivitas pembela-jaran. (Borich, 1996:634-640;
Baker, 1997:248).
Marzano, et al. (1993: 1-5,18) mendasarkan penggunaan performance assessment
terhadap lima Dimensi Belajar yang digagaskannya. Kelima di-mensi ini adalah:
Dimensi pertama, sikap dan persepsi yang positif tentang belajar (positive
attitudes and perception about learning); Dimensi kedua, perolehan dan
pengintegrasian pengetahuan (acquiring and integrating knowledge); Dimensi
ketiga, perluasan dan penajaman pengetahuan (extending and refining
knowl-edge); Dimensi keempat; penggunaan pengetahuan secara bermakna (using
knowledge meaningfully); Dimensi Kelima, kebiasaan berpikir yang produktif (productive
habits of mind).
Penilaian Kinerja Dalam Pembelajaran
Penilaian kinerja siswa merupakan salah satu alternatif penilaian yang
difokuskan pada dua aktivitas pokok, yaitu: Observasi proses saat
ber-langsungnya unjuk keterampilan dan evaluasi hasil cipta atau produk.
Penilaian bentuk ini dilakukan dengan mengamati saat siswa melakukan
aktivitas di kelas atau menciptakan suatu hasil karya sesuai dengan tujuan
pembelajarannya. Kecakapan yang ditampilkan siswa adalah variabel yang
dinilai. Penilaian terhadap kecakapan siswa didasarkan pada perbandingan
antara kinerja siswa dengan target yang telah ditetapkan. Proses penilaiannya
dilakukan mulai persiapan, melaksanakan tugas sampai den-gan hasil akhir yang
dicapainya (Depdikbud, 1993: 8). Sejalan dengan pen-dapat tersebut, Popham
(1994: 139) mengemukakan bahwa: "Performance as-sessment is approach to
measuring a student's status based on the way that the stu-dent completes a
specified task". Stiggins (1991: 85) mengemukakan bahwa dalam penilaian
kinerja siswa, guru menghendaki respon yang "authentic" atau yang
asli berupa aktivitas yang dapat diamati.Tugas yang diberikan bisa dalam
bentuk lisan atau tertulis, yang jenis tugasnya disesuaikan den-gan tujuan
pembelajaran. Menurut Popham (1994: 141) penilaian terhadap kinerja siswa
setidaknya memiliki tiga sifat, yaitu: kriteria ganda (multiple criteria),
standar kualitas yang telah dispesifikasi (prespektified quality stan-dards)
dan penaksiran penilaian (judgmental appraisal).
Dalam penilaian terhadap kinerja siswa, target pencapaian hasil bela-jar yang
dapat diraih meliputi aspek-aspek berikut ini: 1) Knowledge; 2) Rea-soning;
aplikasi pengetahuan dalam berbagai konteks pemecahan masalah; 3) Skill;
kecakapan dalam berbagai jenis keterampilan komunikasi, visual, karya seni,
dan lain-lain; 4) Product; dan 5) Affect; berhubungan dengan perasaan, sikap,
nilai, minat, motivasi (Stiggins, 1994: 171). Selanjutnya dikemukakan bahwa
diantara kelima target tersebut, penilaian kinerja siswa sangat efektif untuk
menilai pencapaian target dari reasoning, skill dan karya cipta. Untuk dapat
melakukan penilaian terhadap keterampilan (skill) dan karya cipta siswa
diperlukan alat ukur terhadap kinerja siswa yang disebut dengan tes kinerja.
Menurut Yacobs (1992:137), bahwa tes ini men-yediakan cara mengukur skill dan
kemampuan yang tidak dapat diukur dengan tes tertulis.
Dalam pedoman penilaian di SD, dinyatakan bahwa tes kinerja adalah tes yang
penugasannya disampaikan dalam bentuk lisan atau tertulis dan proses
penilaiannya dilakukan sejak siswa melakukan persiapan, me-laksanakan tugas
sampai dengan hasil akhir (Depdikbud, 1994: 8).
Sebagai alat penunjang dalam
melaksanakan tes perbuatan digunakan lembar ob-servasi atau sebuah format
pengamatan kinerja atau penampilan siswa. Dalam lembar pengamatan tertera
aspek-aspek yang diamati sesuai dengan target pembelajarannya. Berdasarkan
deskriptor-deskriptor yang nampak selama proses pengamatan, ditentukanlah
skor kinerja siswa dengan berpe-doman pada kriteria penilaian yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam mengembangkan metode ini
adalah: kejelasan karakter penampilan yang akan dinilai, pengembangan tugas
atau latihan (sifat, materi, jumlah), dan prosedur pen-skoran meliputi
teknik, pencatatan hasil, identifikasi dan keterampilan penilaian. Sebagai
contoh, aspek-aspek kinerja iswa apa saja yang akan dinilai? Sifatnya
individual atau kelompok? Prosedur penyekorannya meng-gunakan skala, rubrik
atau catatan harian? Bagaimana kriteria penilaian dari masing-masing aspek
kinerja siswa? Selain itu sangat dibutuhkan pelibatan siswa secara penuh
mulai dari perencanaan, pengembangan dan peng-gunaannya.
Standar untuk tugas-tugas sebelumnya harus ditetapkan secara jelas termasuk
juga identifikasi prestasi yang harus didemonstrasikan, kondisi demonstrasi
dan standar kualitas yang ditetapkan. Demikian pula kriteria penilaian dari
tiap-tiap kinerja siswa yang akan diamati harus sudah di-mengerti dan
disepakati bersama siswa. Melalui cara tersebut, penilaian ter-hadap kinerja
siswa dapat dirasakan lebih terbuka dan adil bagi semua siswa, karena siswa
mempunyai acuan yang jelas dalam mengerjakan tugas dari guru.
Tugas-tugas (Task) dalam Asesmen Kinerja Siswa
Penyelenggaraan penilaian jenis apa pun menuntut adanya kegiatan siswa dalam
menyelesaikan tugas-tugas secara jelas. Menurut Marc Tucker (dalam Marzano,
1993:15), guru tidak dapat menilai kinerja siswa tanpa memberikan tugas-tugas
kepada siswa; begitu juga guru tidak dapat menilai tingkat prestasi siswa
tanpa adanya bukti otentik adanya tugas-tugas yang dikerjakan siswa secara
nyata. Dengan demikian apabila ases-men kinerja diterapkan guru, maka dengan
sendirinya siswa terberi kesem-patan untuk mengungkapkan pengetahuan
sebelumnya, menunjukkan pen-guasaan terhadap pengetahuan dan keterampilan
baru dalam memecahkan persoalan yang dihadapinya.
Tugas-tugas kinerja dalam pengajaran Sains di SD hendaknya dipilih atau
diciptakan secara menarik dan disesuaikan dengan tujuan pembela-jaran dan
tingkat perkembangan siswa. Hal demikian diduga dapat men-ingkatkan motivasi
siswa untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan pembe-lajaran yang memiliki
kadar on-task, hands-on, dan minds-on yang relatif tinggi.
Penetapan Kriteria
Kriteria perlu ditetapkan karena mempunyai kegunaan untuk menen-tukan
validitas, keadilan dan konsistensi penilaian. Menurut para ahli psi-komotor,
kriteria yang paling penting yang dapat digunakan untuk menilai tugas-tugas
berkaitan dengan kinerja siswa adalah faktor kesamaan (Pop-ham, 1994 : 147).
Selanjutnya dikemukakan bahwa ada
tujuh kriteria penilaian yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
untuk memilih salah satu tugas kinerja atau menciptakan tugas-tugas dalam
penilaian kinerja. Ketujuh kriteria tersebut adalah: keumuman
(generalizabil-ity), keaslian (authenticity), berfokus ganda (multiple foci),
keadilan (fairness), bisa tidaknya diajarkan ( teachability), kepraktisan
(feasibility) dan bisa ti-daknya tugas tersebut diberi skor (scorability).
Untuk setiap kriteria yang dipilih, skala angka secara khusus dapat
digunakan, sehingga kriteria untuk setiap respon siswa mungkin ditetapkan
skala, 0 (nol) hingga 6 (enam). Menurut Popham (1994: 149), kadang-kadang
skala ini dilengkapi dengan penjelasan atau gambaran verbal, kadang-kadang
tidak. Dalam proses penil-ian kinerja, sebaiknya siswa mengetahui aspek-aspek
apa saja yang akan dinilai berikut kriteria penilaiannya.
Reliabilitas dan Validitas dalam Penilaian Kinerja
Salah satu ciri penilaian kinerja adalah adanya ketergantungan terhadap
pertimbangan manusia (guru) dalam menentukan skor terhadap kinerja
(performansi) siswa. Kenyataan ini menyebabkan tidak dapat dihindarinya
faktor subyektivitas penilaian terhadap performansi siswa, mengingat
per-sepsi atau interpretasi seseorang dalam memandang sesuatu cenderung
ber-beda meskipun dalam waktu dan momen yang sama.
Agar tercapai penilaian kinerja yang reliabel, diperlukan upaya un-tuk
meminimalkan adanya faktor penyebab perbedaan keputusan pen-skoran terhadap
kinerja yang sama. Reliabilitas (konsistensi) dalam pen-skoran sangat
dituntut demi keadilan bagi peserta didik. Upaya-upaya yang dapat dilakukan
antara lain penetapan kriteria yang jelas, pemahaman yang seragam dari
sejumlah penilai terhadap kriteria, proses pengukuran tidak hanya dilakukan
oleh satu orang, tidak menangguhkan penilaian, serta dila-kukan konsesus
secara berulang terhadap pemahaman kriteria (Herman, 1992).
Selain pengukuran yang konsisten, diperlukan juga alat ukur yang sahih
(valid). Validitas (kesahihan) alat ukur berkaitan dengan kesesuaian antara
alat ukur dengan aspek-aspek yang hendak diukur. Menurut Wayan Nurkancana
(1986:127) alat ukur dapat dikatakan sahih apabila alat ukur tersebut dapat
mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur.
Penilaian Berbasis Asesmen pada Kurikulum 2004: Penilaian Kelas
Pelaksanaan Kurikulum yang berbasis kompetensi ini menghendaki adanya
perubahan kegiatan pembelajaran di kelas, baik dalam cara guru mengajar
maupun dalam melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa. Dengan
penekanan pada penguasaan kompetensi, maka jenis penilaian juga harus
disesuaikan dengan kekhasan masing-masing kompe-tensi. Bentuk penilaian yang
sama (model pilihan ganda) untuk menilai se-mua mata pelajaran yang selama
ini digunakan oleh guru tidak bisa digunakan untuk menilai kompetensi yang
beragam.
Penilaian kelas merupakan salah satu pilar dalam kurikulum ber-basis
kompetensi. Penilaian kelas adalah proses pengumpulan dan peng-gunaan
informasi oleh guru untuk pemberian nilai terhadap hasil belajar siswa
berdasarkan tahapan kemajuan belajarnya sehingga didapatkan pot-ret/profil
kemampuan siswa sesuai dengan daftar kompetensi yang ditetapkan dalam
kurikulum.
Penilaian kelas dilaksanakan secara
terpadu dengan kegiatan belajar-mengajar. Penilaian dapat dilakukan baik
dalam suasana formal maupun informal, di dalam kelas, di luar kelas,
terintegrasi dalam kegiatan belajar-mengajar atau dilakukan pada waktu yang
khusus. Penilaian kelas dilaksanakan melalui berbagai cara, seperti tes tertulis
(paper and pencil test), penilaian hasil kerja siswa melalui kumpulan hasil
kerja (karya) siswa (portofolio), penilaian produk 3 dimensi, dan penilaian,
unjuk kerja (performance) siswa. Penilaian kelas merupakan suatu proses yang
dila-kukan melalui langkah-langkah perencanaan, pengumpulan informasi
me-lalui sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa,
pe-laporan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa.
Ada beberapa tujuan penilaian dilakukan guru, antara lain untuk grading
(membedakan kedudukan hasil kerja siswa dibandingkan dengan siswa lain dalam
satu kelas), alat seleksi (memisahkan antara siswa yang ma-suk dalam kategori
tertentu dan yang tidak, atau untuk menentukan seorang siswa dapat masuk atau
tidak di sekolah tertentu), menguasai kompetensi (me-nentukan apakah seorang
siswa telah menguasai kompetensi tertentu atau belum), bimbingan
(mengevaluasi hasil belajar siswa dalam rangka mem-bantu siswa memahami
dirinya, membuat keputusan yang harus dilakukan siswa, atau untuk menetapkan
penjurusan), alat prediksi (mendapatkan in-formasi yang digunakan untuk
memprediksi kinerja siswa pada pendidikan berikutnya) dan alat diagnosis
(melihat kesulitan belajar atau dalam hal apa siswa memiliki prestasi untuk
menentukan perlu remediasi atau pen-gayaan). Dalam kaitannya dengan
pelaksanaan penilaian berbasis kelas, jenis penilaian diagnosis, bimbingan,
dan pencapaian penguasaan kompe-tensi harus menjadi perhatian utama guru pada
setiap kali mengajar. Guru dituntut mampu melaksanakan penilaian mulai dari
awal sampai akhir proses belajar mengajar. Untuk menilai sejauhmana siswa
telah menguasai beragam kompetensi, tentu saja berbagai jenis penilaian perlu
diberikan se-suai dengan kompetensi yang akan dinilai, seperti unjuk
kerja/kinerja (per-formance), penugasan (proyek), hasil karya (produk),
kumpulan hasil kerja siswa (portofolio), dan penilaian tertulis (paper and
pencil test). Penilaian ber-basis kelas merupakan suatu proses yang dilakukan
guru melalui langkah-langkah perencanaan, pengumpulan sejumlah bukti yang
menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa, pelaporan, dan penggunaan
informasi ten-tang hasil belajar siswa.
Jadi, peran penilaian berbasis kelas adalah memberikan masukan atau informasi
secara komprehensif tentang hasil belajar siswa dilihat ketika kegiatan
pembelajaran sedang berlangsung hingga hasil akhirnya dengan menggunakan
berbagai cara penilaian sesuai dengan kompetensi yang di-harapkan dicapai
siswa. Dengan demikian Penilaian Kelas merupakan penilaian yang dilakukan
guru baik yang mencakup aktivitas penilaian un-tuk mendapatkan nilai
kualitatif maupun aktivitas pengukuran untuk men-dapatkan nilai kuantitatif
(angka). Perlu diingat bahwa penilaian kelas dila-kukan terutama untuk
memperoleh informasi tentang hasil belajar siswa yang dapat digunakan sebagai
diagnosis dan masukan dalam membimbing siswa dan untuk menetapkan tindak
lanjut yang perlu dilakukan guru dalam rangka meningkatkan pencapaian
kompetensi siswa.
PUSTAKA
1. Ahmad Nugraha, dkk. (1998). Penggunaan Performance Assessment untuk
meningkatkan Efektivitas Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Laporan
Penelitian Tindakan Kelas di SD Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya.
PGSD FIP IKIP Bandung.
2. Asmawi, Z. dan Nasution, N. (1994). Penilaian Hasil Belajar. Jakarta:
Dirjen Dikti Depdikbud.
3. Carin, A.A. & Sund, R.B. (1989). Teaching Science Through Discovery.
Columbus: Merrill Publishing Company.
4. Cavendish, S. et al. (1990). Observing Activities: Assessing Science in
the Primary Class-room. London: Paul Chapman Publishing Ltd.
5. Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Kurikulum 2004 : Kompetensi
Standar Mata Pelajaran Sains. Jakarta: DepdiknasRepublik Indonesia.
6. Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Pedoman Pengembangan Silabus. Jakarta:
DepdiknasRepublik Indonesia.
7. Galton, M. & Harlen, W. (1990). Assessing Science in the Primary
School: Written Task. Lon-don: Paul Chapman Publishing Ltd.
8. Harlen, W. & Galton, M. (Eds.) (1990). Observing Activities -
Assessing Science in The Pri-mary Classroom. London: Paul Chapman Publishing
Ltd.
9. E. Mulyasa. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Rosada
Saya Edi Hendri Mulyana
setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage
Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri
dan sah (tidak ada copyright). .
CATATAN:
Artikel-
artikel yang muncul di sini akan tetap di pertanggungjawabkan oleh
penulis-penulis artikel masing-masing dan belum tentu mencerminkan sikap,
pendapat atau kepercayaan Pendidikan Network.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar