"Anda boleh marah dengan keadaan anda yang buruk tapi jangan sampai merusak tubuh karena anda akan sangat menyesal ketika keadaan anda membaik" "Hidup ini berputar bagai roda, ada saatnya anda tersenyum dan ada saatnya anda mengkerutkan dahi, cobalah untuk mendapatkan pelajaran berharga di setiap kondisi anda" "Tersenyumlah di setiap pertemuan karena senyum mengikat batin yang memandangnya" "Minta maaflah ketika anda salah agar tali silaturahmi tetap terjalin baik" "Cobalah untuk berdo'a ketika anda dalam kesulitan karena do'a menghubungkan anda dengan sang pencipta agar anda selalu dalam lindungan dan pertolongannya" "Marahlah semarah marahnya tapi anda harus tahu orang di hadapan anda juga punya perasaan"You are very concerned with your life, welcome to the blog circumference of human energy, the material on this blog may be beneficial to your life. "you may be angry with your bad situation but not to damage the body because you will be very sorry when the state you better "" Life is like a spinning wheel, there are times when you smile and there are times when you constrict the forehead, try to get a valuable lesson in every condition you "" Smile at each meeting for the inner tie smile looking at her "" Apologize when you're wrong order ties remain intertwined good "" Try to pray when you are in trouble because of prayer connects you with the creator so that you are always in the shadow and his help "" Be angry angry angry but you have to know the person in front of you also have a feeling "

Senin, 26 Agustus 2013

Guru Pemalas


Jadilah guru yang menjadi teladan bagi anak-anak.
Hari ini, saya mengajar anak-anak sejak jam pertama hingga jam ke enam. Lumayan capek. Namun, saya berusaha tampil maksimal agar anak-anak tetap bersemangat mengikuti pelajaran saya. Alhamdulillah, saya dapat menyelesaikan kewajiban itu dengan baik.
Namun, saya sempat dibuat emosi. Perasaan ingin marah itu muncul karena suara gaduh dari kelas sebelah. Saya mendengar: doorr…!!!. Suara itu saya abaikan. Saya melanjutkan pengajaran. Tiba-tiba, saya dikejutkan dengan suara yang lebih keras. Maka, saya  pun segera menuju ke kelas sebelah. Ternyata, para siswa sedang mencatat tugas. Sekretaris kelas sedang menulis tugas di papan tulis untuk disalin oleh siswa yang lain.
Begitu melihat saya tampak di depan kelas dengan pandangan mata tajam, kelas itu hening. Lalu, saya pun bertanya dengan nada keras, “Siapa yang membuat suara gaduh tadi?”
Semua siswa langsung menjawab sambil menunjuk seorang siswa, “si Fulan, Pak!”
Saya pun menghampiri anak itu. Setelah dekat, saya pun berujar dengan nada keras, “Memang kamu sudah pintar sehingga membuat gaduh dan mengganggu teman-temanmu?”
Anak itu terdiam. Kelas itu terdiam. Keheningan kelas itu benar-benar tercipta. Lalu, saya memandang siswa ke seluruh kelas. Sambil membalikkan badan, saya bertanya, “Ini jam siapa?”
Sontak siswa bagian depan menjawab, “Pak X, Pak!”
Dan saya pun dibuat kaget dan terhenyak. Bukankah guru itu ada? Bukankah guru itu asyik merokok di ruang guru? Bukankah guru itu baru saja mendapat tunjangan sertifikasi? Sungguh guru yang sangat malas.
Jika ada anak nakal, setiap guru selalu menyalahkan siswa. Anak-anak selalu menjadi korban kekerasan lahir dan batin. Namun, guru selalu mendapat pujian jika anak mendapat prestasi. Mana ini yang benar?
Rerata guru justru menjadi pemalas karena kekenyangan menikmati tunjangan sertifikasi. Memang mereka jarang mendapat uang banyak. Maklum, gaji mereka sudah habis karena berhutang ke bank. Jadi, mereka tidak dapat menikmati gaji selama puluhan tahun sebagai PNS.
Namun, haruskah anak-anak itu menjadi korban? Bukankah anak-anak itu menjadi amanat guru untuk dididik? Lalu, kemanakah nurani sebagai guru? Masihkah mereka dapat dianggap sebagai guru? Sungguh guru pemalas!
Saya sering mendapat keluhan anak-anak. Beberapa guru masih menggunakan metode lama dalam mengajar: ceramah. Sebuah metode yang selalu membuat para siswa mengantuk. Dan para guru itu cuek-cuek saja menghadapi situasi anaknya. Jika kondisi itu bertahan dan dipertahankan, mampukah kualitas pendidikan kita meningkat? Sepertinya keajaiban saja yang mampu menjawabnya.
Ketika mengajar, rerata guru masih mengandalkan LKS (Lembar Kerja Siswa). Paraguru enggan menggunakan buku paket. Memang buku paket itu harus dijabarkan oleh kemampuan guru. Buku paket masih berisi materi umum yang perlu dijelaskan guru dengan kompetensi yang dimilikinya. Karena dianggap sebagai beban, para guru pun enggan menggunakannya. Para guru lebih menyukai LKS daripada buku paket.
Sebuah kondisi yang teramat sangat memilukan. Jika dianalogikan, buku paket itu adalah nasi dan LKS itu adalah sayur. Apakah Anda kenyang makan sayur tanpa nasi? Makan nasi akan terasa nikmati jika ada sayur. Jadi, utamakan makanan pokok dan tambahkan suplemen agar menjadi santapan yang semakin lezat. Bukankah demikian?
Wahai para guru, marilah kita berintrospeksi. Anda sudah mendapat tunjangan profesi yang luar biasa banyaknya. Didiklah anak-anak dengan keteladanan. Kembangkanlah potensi anak agar mereka menjadi generasi yang tangguh. Jika Anda ikhlas menjalankan amanat sebagai guru, yakinlah bahwa Anda akan dimuliakan mereka yang pernah Anda cerdaskan. Yakinlah itu. Anak-anak pasti akan mencatat jasa baik Anda di hati mereka. Jika Anda ikhlas mendidik mereka, Tuhan pun akan memuliakan Anda di sisi-Nya. Ok? Majulah guru Indonesia…!!
!

Minggu, 25 Agustus 2013

Ketika Guru Malas Mengajar

Oktober 1, 2010 oleh Sandy Guswan
Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) menemukan sekitar 500 ribu guru masih malas mengajar. Jumlah ini merata di seluruh daerah, baik kota besar maupun kecil (Indo Pos, 9 Agustus 2010).
Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai alasan-alasan pasti di balik banyaknya guru yang malas mengajar. Tetapi setidaknya pada saat sekarang kita bisa membuat dugaan sementara (hipotesa) apa saja faktor-faktor penyebab malasnya guru masuk kelas.
Pertama, rendahnya penguasaan materi pelajaran. Guru yang tidak menguasai pelajaran lambat laun akan kewalahan menghadapi siswa-siswinya di kelas. Pada akhirnya apabila persoalan rendahnya penguasaan materi pelajaran ini tidak ditanggulangi dengan segera, maka akan mengakibatkan guru malas masuk mengajar.
Kedua, tidak menguasai metode mengajar. Penguasaan materi pelajaran saja tidak cukup. Guru juga harus mempunyai kemampuan mengajar yang baik. Sehingga, penguasaan metode mengajar yang inovatif dan bervariasi mutlak dikuasai oleh guru. Minimnya variasi mengajar guru mengakibatkan siswa cepat bosan. Kebosanan siswa pada akhirnya akan menjangkiti guru.
Ketiga, pengaruh lingkungan. Seorang guru muda baru lulus dan memiliki semangat mengajar yang tinggi secara tidak sadar dapat menjadi guru pemalas apabila berada pada sekolah yang tidak disiplin. Masuk atau tidak masuk kelas tidak pernah dipermasalahkan. Berada di lingkungan yang demikian akan membuat seorang guru idealis menjadi guru pemalas.
Keempat, faktor keluarga. Alasan keluarga tidak jarang membuat seorang guru tidak masuk kelas untuk memenuhi kewajibannya memberikan pelajaran kepada siswa-siswinya. Anak si guru yang sakit secara tiba-tiba, sementara si guru tidak punya siapa-siapa untuk membawa si anak ke rumah sakit.
Kelima, guru memiliki usaha lain yang lebih menjanjikan secara finansial. Dengan adanya usaha sampingan ini membuat guru kehilangan fokus terhadap profesi utamanya sebagai pengajar. Mengajar hanya dijadikan pekerjaan sampingan, sementara bisnis atau usahanyalah yang diutamakan.
Terakhir, rendahnya komitmen guru. Apapun nampaknya dapat dijadikan guru sebagai alasan di balik malasnya si guru mengajar. Tempat tinggal yang jauh dan sejuta alasan lain bisa keluar dari mulut guru yang memiliki komitmen rendah.
Mencari Solusi yang Tepat
Banyak yang berharap dengan adanya sertifikasi guru, maka perilaku negatif guru yang salah satunya adalah malasnya guru mengajar akan segera teratasi. Tetapi, harapan itu nampaknya masih belum menjadi kenyataan. Buktinya, masih banyak guru yang malas mengajar termasuk guru-guru yang sudah menerima tunjangan profesi pendidik.
Hanya menyalahkan guru mungkin tidak akan menyelesaikan persoalan. Pemerintah harus mencari faktor-faktor pasti penyebab malasnya guru mengajar dan mencarikan solusi yang tepat agar di kemudian hari tidak ada lagi guru yang malas mengajar.
Penulis dalam artikel ini mencoba memberikan solusi alternatif untuk mengatasi persoalan malasnya guru mengajar.
Solusinya antara lain adalah meningkatkan kompetensi guru baik penguasaan materi pelajaran dan metode pengajaran. Semua guru harus terus meng-upgrade pengetahuannya agar tidak ketinggalan zaman (out of date).
Metode dan teknik pengajaran terbaru harus dikuasai oleh guru. Ini untuk mengantisipasi berubahnya pola belajar siswa sekarang yang pastinya sangat jauh berbeda dengan ketika guru masih menjadi siswa.
Penguasaan kompetensi materi pelajaran dan metode pengajaran juga harus diikuti dengan penguasaan teknologi informasi. Guru harus dapat memanfaatkan kemajuan teknologi informasi ini dalam proses belajar mengajar di kelas. Kemudahan yang ditawarkan oleh kecanggihan teknologi informasi niscaya akan membuat guru betah mengajar dan siswa rajin belajar.
Solusi lain adalah perlunya penyegaran. Guru yang mengajar hanya di satu sekolah sepanjang karir mengajarnya memiliki kecenderungan untuk menjadi guru yang malas mengajar. Rutinitas yang sama selama bertahun-tahun membuat guru tersebut kehilangan kreatifitas dan inovasi dalam mengajar. Pengaruhnya akan terasa dalam proses belajar mengajar di kelas yang menjadi semakin hambar dari hari ke hari.
Dengan demikian diperlukan penyegaran dengan program mutasi guru. Apabila seorang guru sudah mengajar selama bertahun-tahun, sudah waktunya bagi guru tersebut datang ke sekolah baru untuk menyambut tantangan baru dengan semangat baru. Di sekolah baru guru tersebut akan memiliki pengalaman baru dan teman sejawat baru.
Tindak Tegas Guru Pemalas
Pemerintah harus mengambil langkah yang tepat dan bijaksana atas temuan banyaknya guru yang malas mengajar tersebut. Jika tidak maka tidak menutup kemungkinan angka guru yang malasa mengajar bukannya berkurang melainkan semakin meningkat. Hal tersebut tentu saja tidak boleh terjadi.
Tindakan tegas terhadap guru pemalas sangat diperlukan. Apabila si guru pemalas lebih mementingkan bisnis atau usaha pribadinya alangkah baiknya pemerintah bersikap tegas. Si guru disuruh memilih mana tetap menjadi guru PNS atau memilih menjadi pengusaha. Ini perlu dilakukan, terlebih sekarang guru sudah mendapat tunjangan profesi pendidik sebesar satu kali gaji pokok.
Terhadap guru yang rendah komitmennya tindakan tegas juga sangat diperlukan. Mereka harus meningkatkan komitmen terhadap profesi guru yang dipilih, jika tidak mereka dipersilahkan untuk memilih profesi lain yang lebih menarik minat mereka.
Pemerintah berkewajiban meningkatkan kompetensi dan kemampuan guru dalam menjalankan profesinya. Perlu pemerataan kesempatan memperoleh penataran atau pendidikan pelatihan (diklat). Tidak seperti yang terjadi sekarang yaitu adanya kesenjangan kesempatan mengikuti penataran dan diklat bagi guru. Ada guru yang menjadi spesialis penataran dan diklat karena setiap ada kegiatan penataran atau diklat si guru tersebut yang selalu dikirim. Sementara ada guru lain yang jarang bahkan tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk mengikuti penataran dan diklat.

Selasa, 20 Agustus 2013

Penilaian Mata Pelajaran IPS

Pendahuluan
Para mahasiswa sekalian, tentu Anda masih ingat bahan ajar pada Unit 9
utama yakni tentang Penilaian Mata Pelajaran IPS.Pada unit pengayaan ini, Anda
akan diajak mengkaji dan memperdalam penguasaan kemampuan penilaian
pembelajaran IPS, terutama pada dimensi afektif, yakni aspek nilai dan sikap
(values and attitudes). Mengapa perlu pengayaan dalam kemampuan menilai
aspek afektif? Disadari bahwa mengukur kemampuan siswa di SD/MI saat ini
memiliki keterbatasan. Artinya, guru belum mengukur semua kemampuan dan
potensi yang dimiliki peserta didik SD/MI. Pada umumnya sekolah hanya
mencurahkan perhatian dalam penilaiannya pada dimensi kognitif daripada
dimensi afektif. Banyak alasan, mengapa para guru lebih banyak menilai
kemampuan peserta didik dalam pembelajaran IPS. Namun, pada umumnya guru
beranggapan bahwa menilai aspek afektif tidak mudah atau sulit. Karena sulit
inilah maka guru tidak melaksanakan penilaian dalam aspek afektif.
Meskipun demikian, sesuatu yang sulit tidak berarti tidak dapat dilakukan.
Ada strategi dan teknik penilaian yang khusus untuk menilai domain afektif.
Oleh karena itu, dalam unit pengayaan ini pembahasan akan difokuskan pada
penilaian untuk dimensi afektif yang dinamakan penilaian non tes.
UNIT 9
Kompetensi yang diharapkan setelah Anda mempelajari materi ini, sbb.:
1. Mampu mengembangkan jenis penilaian non tes dalam pembelajaran IPS di
sekolah dasar sesuai dengan standar isi yang didukung oleh materi
kontekstual.
2. Mampu mengembangkan alat penilaian non tes untuk pembelajaran IPS
yang sesuai dengan tingkat perkembangan usia peserta didik.
Uraian Materi
Penilaian Pembelajaran IPSNon Tes
Anda tentu telah membaca Unit 9 utama bahwa jenis penilaian ada dua,
yakni penilaian tes dan non tes.Penilaian untuk domain afektif dapat
dikelompokkan sebagai jenis penilaian non tes.Karena non tes, maka teknik
penilaian pun menjadi khas karena bukan tes. Dengan alasan-alasan seperti
tersebut di atas inilah, maka dalam Unit Pengayaan ini pembahasan akan
menekankan pada aspek afektif atau penilaian non tes.
Mengapa non tes?
Disadari bahwa aspek nilai dan sikap merupakan aspek yang tersembunyi,
artinya nilai tidak dapat dilihat secara kasat mata karena terkait dengan keyakinan,
perasaan, dan emosi yang semuanya sangat bersifat pribadi/personal atau
individual. Hal-hal inilah yang umumnya menjadi alasan mengapa menilai
domain afektif itu tidak mudah atau dipandang sulit sehingga guru tidak
melaksanakan penilaian secara optimal. Padahal, secara teoritis pembelajaran IPS
mencakup empat dimensi, yakni dimensi pengetahuan (knowledge), dimensi
keterampilan (skills), dimensi nilai dan sikap (values and attitude), dan dimensi
tindakan (action). Diantara empat dimensi tersebut, yang kurang banyak
tersentuh dalam penilaian adalah dimensi nilai dan sikap serta tindakan. Oleh
karena itu, dalam unit pengayaan ini, penilaian akan memfokuskan pada penilaian
non tes sebagai dimensi afektif.
Non tes merupakan salah satu bentuk penilaian dalam mengambil keputusan
terhadap hasil proses pembelajaran untuk kompetensi yang bersifat afektif atau
kompetensi yang tidak dapat diukur secara kuantitatif. Apabila penilaian dengan
tes selalu dapat dinyatakan dengan angka/skala maka penilaian dengan teknik
non-tes, umumnya menghasilkan deskripsi secara kualitatif meskipun untuk
kompetensi tertentu ada yang berupa angka/skala. Sebagai instrumen yang dapat
Sub Unit 9.1
mengggali data non-kognitif, teknik dan alat penilaian non-tes sangat diperlukan
untuk melengkapi hasil penilaian tengtang perkembangan hasil belajar peserta
didik secara keseluruhan.
Kemampuan guru dalam menilai menggunakan teknik non-tes dalam unit
pengayaan ini sebagai kemampuan penyempurnaan bagi guru agar penilaian
terhadap peserta didik lebih lengkap dan adil. Artinya, penilaian oleh guru
terhadap peserta didik dilakukan secara komprehensif mencakup atas semua
kompetensi yang dimiliki oleh peserta didik. Oleh karena itu, kemampuan guru
dalam penilaian menggunakan teknik-non-tes harus dikuasai, di samping
kemampuan dalam teknik tes yang telah dikuasainya. Cleaf (1991)
mengidentifikasi teknik penilaian non-tes dalam pembelajaran IPS atau penilaian
domain afektif antara lain meliputi : (1) Survey sikap (Attitudinal surveys); (2)
Penyempurnaan kalimat (Stem sentences); (3) Ceklis pengamatan (Observation
checklists); (4) Kegiatan (Projects);(5) Portofolio; (6) Jurnal/Diari. Selain itu, ada
juga beberapa teknik non tes seperti wawancara, daftar ceklis, skala pilihan,
catatan pribadi, dan studi kasus.Penjelasan untuk beberapa teknik penilaian non
tes diuraikan berikut ini.
A. Survey Sikap
Survey sikap berbeda dari instrumen tes karena skala tidak dimaksudkan
untuk menjawab yang benar atau salah melainkan berisi jawaban yang terkait
dengan keyakinan, perasaan, persetujuan, dan sebagainya yang terkait dengan
kecenderungan untuk betindak (attitudes). Skala sikap terdiri dari sejumlah
jawaban tentang persetujuan atau tidak ada persetujuan seperti: Sangat setuju,
setuju, tidak memutuskan, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Dengan
menganalisis pola jawaban dari responden (peserta didik), maka
memungkinkan dapat disimpulkan sikap atau keyakinan peserta didik terhadap
pertanyaan/pernyataan.
B. Penyempurnaan kalimat
Penyempurnaan kalimat dapat digunakan untuk menilai sikap siswa.
Anda dapat menanyakan kepada peserta didik baik secara verbal atau tulisan,
dengan mengajukan pertanyaan seperti:
· Mata pelajaran favorit saya adalah .....
· Saya akan mengubah tindakan dengan cara .......
· Saya merasa aneh ketika belajar .....
· Saya tidak menganggap kota sebagai ......
· Pandangan saya berubah setelah saya mengenal orang tersebut .....
Penyempurnaan kalimat seperti di atas berguna sehingga dapat
disesuaikan dengan jenis sikap/nilai yang akan dinilai.
C. Ceklis Observasi
Teknik penilaian ini baik bertujuan untuk menilai proses dan hasil belajar
aspek perilaku, seperti perilaku dalam diskusi, praktek keterampilan, bermain
peran, sosiodrama, dan lain-lain. Aspek yang dinilai dalam diskusi antara lain
perilaku aktif dalam bertanya, berkomentar, berpendapat, pertanyaan, bekerja
sama, perilaku kepemimpinan, dan sebagainya. Ada beberapa kriteria
observasiagar lebih efektif, seperti:
1) Observasi hendaknya dilakukan dengan tujuan yang jelas dan terencana.
2) Ada pedoman observasi baik berlembar catatan terbuka.
3) Pencatatan dilakukan oleh guru sesegera mungkin tanpa sepengetahuan
peserta didik.
4) Segera dibuat simpulan setelah program observasi selesai dilaksanakan
seluruhnya.
D. Kegiatan (project)
Pembelajaran IPS di SD/MI hendaknya banyak melibatkan siswa secara
aktif melalui berbagai kegiatan. Peserta didik dapat membuat diorama tentang
peristiwa sejarah perjuangan bangsa , menyusun kelompok barang yang
termasuk kebutuhan dan keinginan, membuat flowchart diagram proses
produksi dari mulai bahan baku sampai bahan jadi, membuat klipping, dan
sebagainya. Penilaian terhadap kegiatan dilakukan selama proses kegiatan
berlangsung. Sedikitnya ada dua tahap: pertama, penilaian formatif, yakni
tahap monitoring para siswa bekerja, yakni mendengarkan komentar,
menanyakan tentang kegiatan tersebut, menanyakan alasan dibalik
pengambilan keputusan; dan kedua, penilaian sumatif, yakni menilai hasil
kegiatan.
E. Portofolio
Portofolio merupakan kumpulan hasil kerja siswa yang terbaik.
Portofolio sebagai salah satu penilaian dimaksudkan penilaian terhadap hasil
karya siswa. Kumpulan pekerjaan siswa biasanya berupa sampel termasuk
foto-foto kegiatan, komentar-komentar secara tertulis termasuk perasan, sikap
terhadap topik kegiatan, dan keinginan siswa yang perlu diketahui guru yang
selanjutnya dimasukkan kedalam folder. Portofolio merupakan alat yang sangat
baik sebagai bahan bagi guru ketika bertemu dengan orang tua siswa. Guru
dapat menjelaskan secara kronologis tentang aktivitas siuswa dan hasilnya.
Jadi penilaian portofolio merupakan suatu pendekatan dalam penilaian kinerja
peserta didik atau digunakan untuk menilai kinerja.
F. Jurnal/Diari
Ketika para siswa partisipasi dalam suatu kegiatan kelas tentang materi
pelajaran tertentu, mereka dapat diminta untuk mencatat aktivitas tersebut
dalam jurnal/diari. Mereka diminta untuk mencatat setiap hasil belajar yang
penting, termasuk yang disenangi dan tidak disenangi. Manulis jurnal dapat
melatih siswa dalam kemampuan menulis yang terintegrasi dengan mata
pelajaran IPS.
G. Wawancara
Pedoman wawancara disusun seperti daftar pertanyaan yang akan
diajukan saat wawancara. Respondennya adalah peserta didik. Ada sedikit
perbedaan antara pedoman wawancara dengan pertanyaan saat ujian lisan.
Pedoman wawancara tidak menghendaki jawaban yang benar atau salah seperti
dalam ujian lisan yang menentukan lulus atau tidak lulus, melainkan hanya
mengungkapkan informasi tentang sikap yang digali yang dapat
menggambarkan keadaan peserta didik saat itu.
H. Daftar Ceklis
Daftar ceklis merupakan alat penilaian yang biasa digunakan saat
observasi, wawancara, maupun dalam skala sikap. Daftar ceklis terdiri atas
daftar aktivitas, sifat pribadi, masalah yang muncul, sikap terhadap kejadian
yang dilematis, jenis kesukaan, kebiasaan, dan lain-lain.Dalam daftar ceklis
biasanya disediakan kolom ceklis (....) pada bagian awal pernyataan yang
harus diisi oleh peserta didik atau oleh guru, tergantung tujuannya.
Daftar ceklis berguna untuk menyatakan ada atau tidak adanya suatu
unsuratau komponen serta karakteristik atau kejadian. Daftar ceklis dapat
dimanfaatkan pula untuk menentukan proses dan hasil belajar secara lebih
rinci. Penggunaannya sangat fleksibel untuk mencek kemampuan semua
peserta didik baik dalam prosesmaupun hasil pembelajaranIPS.
I. Skala-pilihan
Skala-pilihan (rating scales) sifatnya hampir sama dengan daftar cek.
Bedanya, pada daftar cek hanya ada 2 alternatif (ya atau tidak) yang diisi
dengan memberi tanda atau mengosongkan. Dalam skala disediakan 3, 4, atau
5 pilihan. Skala-pilihan dapat digunakan untuk: observasi, wawancara, angket,
juga untuk mengukur sikap, kebiasaan, ataupun minat.
J. Studi Kasus
Studi kasus merupakan penilaian non tes yang berisi deskripsi perilaku
yang kadang-kadang diperlukan untuk mempelajari peserta didik yang
bertingkah laku ekstrim.Misalnya peserta didik yang agresif atau perilaku luar
biasa, yang berbeda dari peserta didik pada umumnya.Di sekolah dasar, studi
kasus dilakukan terhadap peserta didik yang bertingkah laku ekstrim,
mengganggu, atau perlu bantuan khusus.
Latihan:
Panduan jawaban latihan:
Guru perlu mempertimbangan kemampuan/kompetensi yang akan dicapai,
tercermin dalam proses pembelajaran, sehingga dapat dirumuskan kompetensi
apa yang akan dinilai. Apa yang dinilai adalah apa yang sudah terjadi dalam
proses pembelajaran. Karena target yang akan diketahui berupa kompetensi
afektif maka guru perlu mempersiapkan alat bantu (pedoman) yang cocok untuk
mengungkap nilai, sikap, dna tindakan sebagai dimensiyang akan dinilai.
Penilaian yang kurang mendapat perhatian oleh guru sehingga potensi dan
kemampuan peserta didik tidak dapat dinilai secara optimal adalah aspek nilai,
sikap, dan tindakan.Bagaimana guru merencanakan program untuk menilai
kemampuan tersebut?
Uraian Materi
Pengembangan Instrumen Penilaian Non Tes
Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa langkanya guru
menggunakan penilaian non tes karena tidak mudahnya menyusun instrumen atau
alat penilaian untuk mengukur aspek afektif peserta didik. Meskipun demikian,
guru profesional perlu mencoba dan mencoba secara terus menerus
mengembangkan alat penilaian non tes.Semakin sering mengembangkan alat
penilaian, maka akan semakin mahir sehingga Anda tidak akan menemui kesulitan
lagi.
Mari kita mencoba mengembangkan beberapa alat penilaian non tes secara
perlahan namun dilakukan secara terus menerus.
A. Panduan Observasi
Pada jenjang SD/MI, alat penilaian non tes dapat dikembangkan sendiri
oleh guru kelas (teacher-made)yang bersangkutan. Demikian pula, panduan
observasi dapat dikembangkan oleh guru sehingga tidak menutup kemungkinan
terjadinya bias akibat subyektifitas guru. Namun inilah ciri khas dari penilaian
afektif yang tidak mjungkin steril dari pengaruh subjektivitas guru. Ada
beberapa petunjuk untuk mengurangi kelemahan dalam penyusunan panduan
obeservasi (Zaenul, 1993: 67):
1) Rencanakan terlebih dahulu apa yang akan diamati, untuk menghindari
tertariknya pengamat pada hal lain yang menarik perhatiannya. Selain itu
juga ditetapkan tingkah laku apa yang akan diamati, kriterianya, yaitu yang
paling besar kontribusinya untuk menjelaskan hasil belajar peserta didik.
2) Agar observasi dapat dilakukan secara cermat dan kontinyu untuk
memperoleh data yang seobjektif mungkin, maka diperlukan alat perekam
data observasi yang mudah dan jelas untuk dilaksanakan.
Sub Unit 9.2
3) Harus disadari kemungkinan terjadinya kesalahan sampel. Misalnya bila
mengamati seseorang di pagi hari kemungkinan besar akan menghasilkan
informasi yang lain sama sekali bila mengamatinya di sore hari.
4) Setiap hasil observasi harus segera ditulis laporannya segera setelah
observasi dilakukan.
5) Interpretasi harus dilakukan setelah pengamat mengendapkan informasi
yang telah diperoleh melalui observasi, sehingga interpretasi tidak menjadi
terlalu subjektif.
6) Sebaiknya melibatkan orang lain selain guru sebagai pengamat dalam
melakukan pengamatan, misalnya saja orang tua murid, konselor, wali
murid, guru lain, teman sebaya dan sejenisnya. Dengan demikian orang tua
peserta didik terlibat secara langsung dalam pembelajaran.
Berikut ini dikemukakan contoh panduan observasi yang dapat
dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi kelas oleh guru.
PANDUAN OBSERVASI
Penilaian aktivitas diskusi
Petunjuk:
Panduan ini dapat diisi oleh guru atau observer (orang tua, konselor,
wali murid, teman sebaya pada saat di kelas ketika diskusi
berlangsung. Isikan angka-angka di bawah ini sesuai dengan kriteria
dan perilaku yang muncul.
· 5 = baik sekali
· 4 = baik
· 3 = cukup
· 2 = kurang
· 1 = kurang sekali
150
Suplemen Bahan Ajar: Penilaian Mata Pelajaran IPS
Kriteria Diskusi
1
Diskusi
2
Diskusi
3
Uraian/
deskripsi
1. SIKAP
. Kerja sama
. Semangat
2. Urunan
. Masuk akal
. Teliti
. Jelas
. Relevan
. Berdasarkan pada
urunan
sebelumnya
3. Bahasa
. Kejelasan
. Ketelitian
. Ketepatan
. Menarik
. Kewajaran
4. Kesopanan
· Menggunakan bahasa
· yang sopan dan alasan
yang tulus
· Membantu kelompok
pada arah yang
Nama peserta didik : ……………………………….
Kelas : ................................................
SD/MI : ................................................
151
Suplemen Bahan Ajar: Penilaian Mata Pelajaran IPS
Kriteria Diskusi
1
Diskusi
2
Diskusi
3
Uraian/
deskripsi
benar
· Meluruskan
penyimpangan
· Menunjukkan sikap
yang
terpuji
(Modifikasi dari Rahmat, dkk., 2009)
B. Skala Sikap
Skala sikap digunakan untuk menilai survey sikap peserta didik yang
dapat dipilih dari tiga yang paling lajim, ialah: skala Likert, skala Thurstone
atau skala Guttmann. Untuk menilai sikap dalam pembelajaran, banyak
digunakan skala sikap Likert. Dalam skala ini pernyataan afektif
menunjukkan pernyataan yang secara langsung mengungkapkan perasaan
terhadap suatu objek sikap. Sedangkan pernyataan psikomotor menunjukkan
pernyataan pilihan tingkah laku atau maksud tingkah laku yang berkenaan
dengan suatu objek sikap tertentu). Contoh skala sikap model Likert sebagai
berikut.
Contoh Skala Likert:
Bubuhkan ceklis (_) pada kolom sebelah kanan yang cocok dengan sikap
Anda!
No. Pernyataan Pilihan
1. Usaha saya dalam
kelompok
lemah sedang kuat
2. Kontribusi saya
terhadap kelompok
0% 50% 100%
3. Materi yang
dipelajari
membosankan Biasa-biasa
saja
menyenangkan
4. Tugas membaca kurang sedang banyak
5. Solusi saya
terhadap masalah
Kurang
diterima
diterima Sangat
diterima
Contoh model survey sikap dengan penyempurnaan kalimat:
1. Materi yang paling penting yang telah saya pelajari adalah
..........................
2. Saya tertarik untuk belajar lebih banyak lagi tentang
.................................
3. Seandainhya saya mampu, saya akan mengubah
......................................
Bubuhkan ceklis (_) pada kolom sebelah kanan yang cocok dengan sikap
Anda!
No. Pernyataan sedih biasa senang
1 Penceramah membuat saya
2 Pelajaran membuat saya
3 Apabila saya gtinggal di rumah,
maka orang tua saya merasa
C. Jurnal/Diari
Jurnal atau diari adalah jenis alat penilaian non tes yang dilakukan
dengan cara mencatat segala peristiwa atau kejadian tentang diri peserta didik,
khususnya selama proses pembelajaran berlangsung. Catatan ini akan sangat
bermanfaat, manakala dicatat secara tersendiri dalam Buku Harian Peserta
didik.
Contoh :
Hari Senin tanggl 20 Desember 2010, Dedi melaksanakan diskusi
delompok di kelas. Dedi tampil sebagai ketua kelompok dan sekalkigus
sebagai juru bicara/penyaji uang melaporkan hasil kerja kelompok,
hyakni kunjungan kepada tokoh masyarakat. Dalam diskusi tersebut
kelompok kami menerima lima pertanyaan dari 3 kelompok yang
bertanya. Semua pertanyaan dapat dijawab dengan baik, walaupun
ada pertanyaan yang perlu mendapat penjelasan dari guru.
Bandung,20 Desember 2010 R.Kls.IV-A,
Pukul :08.30-10.30.
D. Daftar ceklis
Daftar ceklis adalah suatu alat penilaian non tes yang digunakan secara
terstruktur untuk memperoleh informasi tentang sesuatu yang diamati. Alat ini
sangat bermanfaat untuk menilai hasil belajar ataupun proses pembelajaran
secara lebih rinci. Penggunaannya sangat sederhana, karena hanya dengan
membubuhkan tanda ceklis pada kolom yang sesuai dengan apa yang diamati.
Contoh:
No Aspek yang diamati Ceklis
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Berpartisipasi dalam mempersiapkan bahan untuk diskusi
Memberikan pendapat dalam memecahkan masalah
Hadir tepat waktu
Memberikan komentar terhadap hasil kerja kelompok lain
Mengajukan pertanyaan ketika sedang belajar di kelas
Menyerahkan tugas tepat waktu
Membawa buku pelajaran ketika sedang belajar di kelas
Membawa alat tulis termasuk buku catatan pelajaran
Berpartisipasi dalam kegiatan sekolah
Menunjukkan rasa peduli terhadap orang lain
……
……
……
……
……
……
……
……
……
……
Nama peserta didik : ……………………………….
Kelas : ................................................
SD/MI : ................................................
E. Portofolio
Dalam konteks penilaian (assessment), portfolio dapat berarti kumpulan
keterangan yang tersusun secara sistematis yang digunakan oleh guru dan
siswa untuk memonitor pertumbuhan knowledge, skills, dan attitudes para
siswa dalam mata pelajaran tertentu.Kumpulan keterangan tersebut hendaknya
melibatkan partisipasi siswa dalam memilih bahan-bahan,kriteria seleksi,
kriteria penilaian, dan disertai bukti/keterangan tentang refleksi diri dari siswa.
Semua kumpulan karya siswa tersebut merupakan kumpulan karya hasil
kolaboratif yang bertujuan dan hasil refleksi diri selama proses pembelajaran.
Bagaimana Menilai Portfolio Kelas?
Untuk peserta didik yang berada di kelas rendah, portfolio dapat meliputi
sampel pekerjaan, catatan beragam hasil observasi yang sistematis, dan tes
seleksi. Guru dan orang tua dapat memantau kemajuan peserta didik dengan
cara memperhatikan tulisan-tulisannya, lukisan-lukisannya, buku-buku yang
dibaca oleh mereka, rekaman video, photo, rekaman suara ketika membaca,
bercerita dan sebagainya. Karya-karya yang sangat bermanfaat meliputi:
catatan anekdot, ceklis atau inventory, skala nilai, dan pertanyaan serta
keperluannya. Untuk menilai portfolio siswa, guru IPS dapat mengembangkan
model penilaian seperti di bawah ini.
Lembaran Skor Portfolio
Untuk setiap kriteria, beri skor bagian portfolio pada skala 1-5, dengan 5
skor tertinggi.Gunakanlah Lembar Nilai untuk menilai portfolio secara
keseluruhan.
1 = rendah; 2 = cukup; 3 = rata-rata; 4 = di atas rata-rata; 5= istimewa
ASPEK YANG DINILAI SKOR CATATAN
1. KELENGKAPAN
· Aspek-aspek yang disyaratkan
sebelumnya
2. KEJELASAN
· Terorganisir dengan baik
· Tertulis dengan baik
· Mudah dipahami
3. INFORMASI
· Akurat
· Cukup
· Penting
4. DUKUNGAN
· Contoh untuk hal-hal utama
· Alasan yang baik
5. GRAFIK
· Berkaitan dengan isi bagian
· Ketepatan judul
· Memberikan informasi
· Meningkatkan pengertian
6. BAGIAN DOKUMENTASI
· Cukup
· Dapat dipercaya
· Berkaitan dengan penyajian
· Selektif
SKOR TOTAL
PENILAI:________________________________TANGGAL
______________
(Sumber: CCE, 1999:25-3
F. Skala bertingkat (Rating Scale)
Skala bertingkat adalah alat penilaian non tes untuk menilai karakteristik
tertentu sebagaimana diharapkan muncul dalam diri peserta didik.Tipe skala
betingkat yang akan disajikan di bawah ini termasuk jenis yang sederhana.
Oleh karena itu tipe ini memungkinkan dapat dibuat dan dipergunakan oleh
guru.
Untuk mengembangkan alat penilaian ini ada sejumlah kaidah yang harus
diperhatikan dan dicermati oleh pengembang alat evaluasi. Kaidah-kaidah
tersebut sebagaimana dinyatakan oleh Zaenul (1993:76) adalah sebagai berikut:
1) Jumlah pertanyaan atau pernyataan haruslah terbatas, tetapi tetap dapat
memberi gambaran yang utuh dari keseluruhan hal yang diukur.
2) Angka untuk perangkat rating scale haruslah mempunyai arti yang sama.
3) Jumlah kategori angka yang digunakan supaya diusahakan cukup bermakna,
tetapi tidak terlalu renik sehingga tidak jelas lagi perbedaan arti satu angka
dengan angka lainnya. Sebagai patokan jangan lebih dari 7 kategori.
4) Setiap pernyataan atau pertanyaan hendaknya hanya mengukur satu
karakteristik atau satu komponen.
5) Bila digunakan untuk mengukur suatu prosedur, sebaiknya pertanyaan atau
pernyataan disusun secara urut berdasarkan urutan pelaksanaan prosedur.
6) Bila digunakan untuk mengukur suatu hasil, sebaiknya pertanyaan atau
pernyataan disusun secara urut dari yang termudah ke yang lebih sukar.
Contoh:
(Modifikasi dari Rahmat, dkk., 2009)
Latihan
Selama proses pembelajaran, guru akan menilai kompetensi peserta didik,
bukan hanhya aspek pengetahuan (kognitif) melainkan juga aspek afektif
dan perilaku. Guru menerapkan metode pembelajaran bermain peran (role
playing). Jelaskan penilaian non tes bentuk apakah yang tepat dan
bagaimana membuat alat penilaiannya?
NUMERICAL RATING SCALE
SD/MI : .........................................
Kelas : .........................................
Nama Siswa : ..........................................
Tanggal : .........................................
Waktu : ..........................
Tujuan : Untuk mengetahui tingkat ketaatan siswa
Petunjuk:
Nyatakanlah tingkatan dari setiap pernyataan berikut ini dengan memberi tanda
ceklis (V) di bawah angka- angka yang ada di depan pernyataan.
§ 1 = tidak memuaskan
§ 2 = dibawah rata-rata
§ 3 = rata-rata
§ 4 = di atas rata-rata
§ 5 = sempurna
No.
Aspek yang diukur
1
2
3
4
5
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Cara berjalan
Ketepatan datang ke sekolah
Keseriusan mengikuti pelajaran
Kelengkapan atribut sekolah
Keseriusan mengerjakan PR
Melaksanakan piket di kelas
Membersihkan papan tulis
Ketepatan mengerjakan tugas
Menolong orang lain
Memungut sampah berserakan
Panduan Jawaban
Proses pembelajaran sudah jelas bahwa peserta didik akan banyak terliobat
dalam aktivitas, terutama dalam memerankan tokoh atau peran tertentu.
Perlu diperhatikan pula, kompetensi yang ingin dicapai. Karena yang ingin
dinilai dimensi afektif dan perilaku maka alat penilaian observasi dapat
digunakan. Oleh karena itu, kembangkanlah alat penilaian untuk menilai
sikap dan perilaku. Panduan observasi di atas dapat dimanfaatkan dengan
cara memodifikasi/disesuaikan dengan karakteristik kompetensi yang ingin
dicapai.
Rangkuman
Panilaian pembelajaran baik proses maupun hasil belajar selayaknya
memenuhi bersifat komprehensif mencakup seluruh potensi dna
kemampuan peserta didik disamping perlu memenuhi rasa keadilan bagi
peserta didik. Oleh karena itu, kemampuan guru dalam menilai selayaknya
menggunakan teknik tes dan non-tes. Penilaian non tes yang kurang
mendapat perhatian yang memadai perlu diupayakan oleh guru IPS. Agar
guru memiliki kemampuan yang memadai dalam melaksanakan penilaian
non tes, maka guru perlu mengenal jenis penilaian non tes berlatih dan
berupaya mengembangkan alat penailaian tersebut.
Ada sejumlah teknik penilaian non-tes dalam pembelajaran IPS atau
penilaian domain afektif meliputi : survey sikap, penyempurnaan kalimat,
ceklis pengamatan, kegiatan (projects), portofolio, jurnal/diari, daftar
ceklis, skala pilihan, catatan pribadi, dan studi kasus.
Formatif
Pilihlah salah satu kemungkinan jawaban pada setiap butir pertanyaan yang
menurut Anda paling tepat.
1. Laporan hasil belajar untuk sekolah hendaknya dibuat oleh guru selengkap
mungkin menyangkut peserta didik. Aspek yang paling umum dari
laporan hasil belajar peserta didik untuk sekolah (kepala sekolah) adalah
...
a. kompetensi peserta didik
b. jumlah peserta didik
c. sikap peserta didik
d. minat dan bakat peserta didik
2. Laporan hasil belajar tentang peserta didik yang paling umum dan singkat
adalah ditujukan untuk ...
a. guru
b. kepala sekolah
c. orang tua
d. masyarakat
3. Informasi tentang aspek afektif peserta didik dapat diketahui melalui …
a. ujian tertulis
b. kuesioner
c. wawancara
d. angket
4. Penilaian proses dan hasil belajar peserta didik hendaknya bersifat ….
a. Komprehensif dan adil
b. kompleksitas
c. sarana pendukung
d. esensial
5. Penilaian untuk ranah afektif tidak dalam bentuk angka melainkan berupa
deskriptif atau penafsiran kualitatif. Oleh karena itu penilaian untuk ranah
afektif dinyatakan sebagai penilaian ...
a. informasi esensial
b. informasi tambahan
c. penafsiran kuantitatif
d. penentu prestasi
GLOSARIUM
Penilaian non tes : Penilaian untuk mengungkap aspek non
kuantitatif seperti perasaan, sikap, emosi,
keyakinan, dan lainnya yang bersifat afektif.
Dimensi : ukuran; takaran; matra.
Perspektif : sudut pandang; harapan baik untuk masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Cleaf, David W. Van. (1991). Action in Elementary Social Studies. Boston: Allyn
Bacon.
CCE, (1996), We The People ... Project CitizenTeacher’s Guide, Calabasas,
California.
Rahmat, Sapriya, Dadang Sundawa, dkk. (2009). Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan. Bandung: Lab PKn UPI.
Welton, David A & Mallan, John T. (1988) Children and Their World, Strategies
for Teaching Social Studies (3rd ed.). Boston, Dallas: Houghton Mifflin
Company.
162